Terdapat tiga hal penting yang disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Gita Wiryawan, pada kuliah umum “Peranan Penanaman Modal dalam Pembangunan” yang berlangsung di University Club, Jumat sore (1/10). Terkait dengan iklim investasi dan ekspektasinya di tahun 2010, ia berbicara tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan. “Pada kuliah umum ini, saya hanya ingin berbicara tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan. Mengenai masa lalu, kita bisa mundur di zaman Sriwijaya atau Majapahit. Namun, tidak perlu jauh-jauh, di tahun 1998 saja, sebab di tahun ini menjadi titik penting terjadinya transformasi sisi politik dan ekonomi,” ujarnya.
Menurut Gita, peristiwa tahun 1998-2001 dari sisi ekonomi memperlihatkan cerminan angka-angka/indikator ekonomi yang sangat mengkhawatirkan. Hal itu tercermin dari sisi inflasi, suku bunga, dan nilai tukar. “Saya ingat sekali, waktu itu nilai tukar di Jakarta tahun 1998 berubah dari Rp2000,00 menjadi Rp17.000,00. Inflasi naik ke 60-70% dan suku bunga 60-70%. Itu merupakan fenomena yang luar biasa, apapun teori dan dari siapapun dan dari manapun kenyataan berbeda. Kita sudah mengalami proses transformasi yang luar biasa sisi politik dengan demokratisasi,” jelasnya.
Di hadapan mahasiswa dan para dosen, Gita Wiryawan mengatakan proses politik pada tahun 2004 dan 2009 sangat bisa dipertanggungjawabkan. Demikian pula dengan proses ekonomi yang tengah berlangsung. Secara ekonomi, potret fiskal memperlihatkan terciptanya ruang fiskal yang sangat luar biasa. Hal itu dapat terwujud berkat dukungan kedisiplinan dan prudents yang telah diterapkan pemerintah saat ini dan sebelum-sebelumnya.
“Policy setting kita sudah sangat jelas, dengan kenyataan bahwa rasio hutang terhadap perekonomian sudah turun drastis menjadi 27% dibanding rasio yang sama di negara-negara lain di Asia. Di Malaysia hampir 54%, sementara di negara-negara Eropa, seperti Itali, Yunani, Portugal, dan Spanyol, rasio utang terhadap perekonomian hampir semuanya di atas 100%. Itu menunjukkan kekurangan kesehatan, yaitu kurang sehatnya perekonomian di negara masing-masing bahwa semakin rendah rasionya, semakin sehat,” tuturnya.
Dari sisi penyikapan defisit fiskal, menurut Gita, sangat terkendali dengan angka di bawah 2%, bahkan di tahun 2010 ini diharapkan mencapai level 1,6% atau 1,7%. “Itu level yang sangat baik sekali,” tambahnya. Sementara dari sisi moneter, penggunaan instrumen keuangan, yaitu suku bunga untuk mengendalikan inflasi sangat luar biasa bila dijalankan secara efektif dan efisien. Suku bunga kita (SBI) masih di level 6,5%. Pemerintah diharapkan masih bisa menjaga dan mengendalikan tingkat inflasi yang ada meskipun secara riil telah terjadi kenaikan harga empat kali. Terlebih di saat bulan Ramadan lalu, harga beras, gula, dan harga-harga komoditas lainnya cenderung naik. Namun, dengan operasi pasar yang dilakukan masih bisa dikendalikan. “Sehingga bisa disimpulkan dari sisi makro ekonomi, potret ekonomi lumayan baik, baik dari sisi fiskal maupun moneter. Demikian pula dari sisi politik, tentu kita sudah menyaksikan peristiwa demokratisasi. Terdapat pengakuan yang diberikan oleh komunitas domestik dan internasional bahwa sudah tidak ada lagi kekuatan-kekuatan sentrifugal yang bisa merobek stabilitas yag ada,” ucap Gita Wiryawan.
Di bagian lain kuliahnya, Gita menerangkan membaiknya stabilitas dan iklim investasi serta ekonomi dan politik telah menempatkan penilaian baik terhadap Indonesia. Lembaga-lembaga pemeringkat, seperti Standard and Poor telah memberikan peringkat Indonesia di level double B (BB+) di tahun 2010. Demikian pula Fitch yang menilai dari sisi standar keuangan juga memberikan peringkat yang sama serta Moody’s (BB2). “Apa itu artinya AA, BB+? Artinya satu level di bawah BBB. Triple B ini akan sangat luar biasa dampaknya pada roda perekonomian kita,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha, Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil., Ph.D., menyambut baik berlangsungnya kuliah umum ini. Dengan kuliah tamu ini, ia berharap para mahasiswa dan dosen mendapat wawasan terbaru tentang perkembangan Indonesia dan dunia terkait dengan masalah-masalah ekonomi. “Terutama kondisi terkini di Indonesia dan dunia terkait permodalan. Hal-hal seperti ini tentu sangat dibutuhkan oleh kita semua guna menambah wawasan,” tuturnya.(Humas UGM/ Agung)