Tanaman merupakan sumber obat-obatan tertua yang telah dipergunakan nenek moyang sejak dulu kala, dan kemungkinan masih menjadi sumber utama untuk pengobatan. Entah dari mana asal pengetahuan nenek moyang manusia itu, namun diakui bahwa obat tradisional yang digunakan manjur, dalam arti benar-benar berkhasiat.
Diperkirakan, saat ini setengah dari obat yang dipergunakan masyarakat dunia dihasilkan dari bahan-bahan alami. Sebanyak 39% dari 520 obat yang disetujui antara tahun 1983 sampai dengan 1994 berasal dari produk alami atau turunannya, dan 60-80% dari antibakteri dan antikanker berasal dari bahan alami.
“Pada tahun 2001 ada delapan obat yang berasal dari bahan alami, simvastin, pravastin, amoksilin, asam klavulanat, asitromisin, sefriakson, siklosporin dan paklitaksel masuk dalam 30 penjualan obat terbanyak dari obat alami atau turunannya, dan ditotal mencapai penjualan 16 juta UD dolar,†ungkap dosen Fakultas Farmasi UGM Prof. Dr. Wahyono, SU., Apt, Senin (28/4) di ruang Balai Senat UGM.
Hal itu dikatakannya, saat dirinya dikukuhkan sebagai Guru Besar pada Fakultas Farmasi UGM. Ketua Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UGM ini, mengucap pidato “Eksistensi Dan Perkembangan Obat tradisional Indonesia (Jamu) Dalam Era Obat Modernâ€.
Dikatakannya, bahan alami memiliki peranan di dalam penemuan obat baru melalui tiga jalur. Pertama, obat alami tersebut dipergunakan langsung tanpa dimodifikasi, contoh vinkristin yang berasal dari Cantharanthus roseus. Produksi vinkristin hingga saat ini masih mengandalkan hasil isolasi dari tanaman, karena biayanya masih lebih rendah dari pada hasil sintesis.
Kedua, dengan jalan mensintesis menjadi obat baru dengan bahan awal atau prekusornya berasal dari bahan alami, misalnya tablet untuk kontrasepsi yang menggunakan bahan awal berupa diosgenin yang berasal dari Dioscorea floribunda. “ Ketiga, menggunakan bahan alami untuk dibuat analognya agar mempunyai aktivitas yang baru atau aktivitasnya meningkat misalnya sintesis analog penisilin yang berasal dari Penicillium notatum,†jelas Wahyono, pria kelahiran Klaten 6 Juni 1950 ini.
Menurut Prof. Wahyono, terdapat beberapa tanaman potensial yang bisa dikembangkan menjadi obat-obat modern, dengan masih memerlukan sentuhan-sentuhan teknologi, sehingga keberadaannya dapat bersaing dengan obat modern lainnya yang sudah ada. “Untuk itu, penelitian-penelitian tentang tanaman obat mestinya didorong dan didanai, sehingga Indonesia tidak ketinggalan dalam memanfatkan tanaman obat yang sangat melimpah,†tandas suami Dra. Sri Hastutiningrum, M.Kes., Apt ayah tiga putra ini. (Humas UGM)