YOGYAKARTA-Pelaksanaan otonomi daerah, sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, menghadapi berbagai tantangan yang dialami pemerintah kabupaten/kota. Tantangan yang dimaksud, antara lain, bagaimana daerah dapat mengelola sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu sumber kekuatan keberhasilan otonomi daerah karena kualitas SDM yang tinggi memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberhasilan pembangunan daerah maupun nasional. “Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia itu, antara lain, dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat daerah yang diharapkan mampu menjadi pemrakarsa dan pemain bagi penciptaan produksi yang bermutu dan andal,†kata Bupati Bantul, Hj. Sri Suryawidati, ketika berbicara dalam Kuliah Umum Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana, Jumat (8/10), bertempat di Sekolah Pascasarjana UGM.
Selain Bupati Bantul, hadir pula menjadi pembicara Sekda Bantul, Drs. Gendut Sudarto Kd, B.Sc., M.M.A., Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bantul, Drs. Suyoto, M.Si., dan Kepala Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Keluarga, dan Keluarga Berencana (BKK PP dan KB) Kabupaten Bantul, Drs. Joko Sulasno Nimpuno. Acara dipandu oleh Prof. Dr. Ir. Sunarru Samsi Hariadi, M.S., Ketua Program Doktor dan Master Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan UGM.
Sri Suryawidati menambahkan peningkatan kualitas SDM merupakan hal yang paling penting, juga muara dari program dan kegiatan yang dilaksanakan di Bantul. Berkaitan dengan hal tersebut, sektor pendidikan, kesehatan, pertanian, industri kecil dan kerajinan, serta pengembangan pasar tradisional menjadi prioritas. Program ini diharapkan dapat berkontribusi secara nyata terhadap penanganan kemiskinan. “Untuk itu, validasi data keluarga miskin, pengurangan beban keluarga miskin, dan pemberdayaan keluarga miskin merupakan langkah strategis yang kita tempuh,†ujar istri mantan Bupati Idham Samawi ini.
Sementara itu, Sekda Bantul, Gendut Sudarto, mengatakan untuk bisa menyelesaikan persoalan kemiskinan di Bantul sejauh ini sudah dilakukan koordinasi program, baik antara pusat, propinsi, maupun daerah. Namun sayang, diakui Gendut, masih ada beberapa persoalan dalam penanggulangan kemiskinan yang belum optimal selama ini, seperti data yang tidak lengkap maupun ego sektoral. “Karena kadang ada ego sektoral akibatnya data jumlah penduduk miskin antara pusat dan daerah atau antarinstansi sering tidak sama. Itu yang jadi problem di lapangan juga,†tambah Gendut.
Ia mengatakan jumlah penduduk miskin di Bantul masih mencapai di atas 47 ribu orang. Sebagai bentuk nyata pemberdayaan masyarakat, khususnya penduduk miskin, telah dibentuk tim koordinasi. Di samping sebagai fasilitator dan koordinator program, pemerintah daerah juga memberikan stimulus bagi desa yang berprestasi mengentaskan kemiskinan dengan diberikan penghargaan. “Jadi, tidak hanya terbatas pada fungsi fasilitator saja, tapi kita juga upayakan untuk memberi rangsangan agar desa bisa berpartisipasi dengan memberi penghargaan uang bagi yang berhasil mengentaskan kemiskinan,†tuturnya.
Senada dengan itu, Kepala BKK PP dan KB, Joko Nimpuno, menjelaskan pihaknya juga memberikan program stimulus pemberdayaan masyarakat miskin tersebut. Ia mencontohkan adanya program bantuan pinjaman untuk keluarga miskin yang besarnya 1 juta rupiah/tahun. “ Nanti pengembaliannya ditambah jasa 5%. Jasa nantinya akan kembali ke mereka melalui kelompok,†kata Joko. (Humas UGM/Satria)