YOGYAKARTA (KU) – Tim Disaster Early Response Unit (DERU) UGM akan mengirim tim ahli untuk membantu penanganan bencana banjir bandang di Wasior, Papua Barat. Beberapa tim yang akan berangkat, di antaranya tim medis kesehatan, geologi, kehutanan, dan psikologi. “Dalam minggu ini, kita akan mengirim tim untuk memetakan penanganan pascabencana yang perlu dilakukan,” kata Tim DERU UGM, Slamet Widiyanto, M.Sc. kepada wartawan, Senin (11/10). Didampingi oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UGM, Prof. Dr. Ir. Danang Parikesit, M.Sc., Kepala Bidang Humas dan Keprotokolan (HMK), Drs. Suryo Baskoro, M.S., pakar geologi UGM, Prof. Dr. Dwikorita Karnawati, Dr. Subagyo Hamumijoyo, dan psikolog Rahmat Hidayat, M.Sc., Ph.D.
Menurut rencana, tim yang terdiri atas sekitar 10 orang ini akan berada selama satu minggu di Wasior untuk melakukan proses assessment lapangan dan identifikasi kebutuhan mendesak yang diperlukan warga setempat. “Semua tim melakukan assessment. Semua data nanti dikumpulkan untuk mengetahui langkah selanjutnya,” kata Slamet.
Data yang dikumpulkan semua tim ini, menurut Slamet, akan menjadi bahan bagi UGM dalam berkoordinasi dengan PMI, BNPB, dan pemerintah daerah setempat guna mendukung upaya rehabilitasi dan rekonstruksi. “Kita akan bekerja sama dengan mitra untuk penanganan pascabencana,” tuturnya.
Slamet mengatakan tim yang diberangkatkan juga akan melakukan pengamatan langsung tentang kemungkinan UGM untuk mendirikan pos di lokasi bencana, terutama untuk mengatasi trauma masyrakat pascabencana. “Untuk penanganan psikososial ini nantinya kita bisa mengirimkan mahasiswa KKN PPM,” ujarnya.
Psikolog UGM, Rahmat Hidayat, M.Sc., Ph.D., menuturkan penanganan trauma yang dialami warga Wasior pascabencana merupakan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan karena bantuan terapi psikologi dan psikososial membutuhkan waktu lebih lama. “Dari aspek psikis sosial, skala yang ditimbulkan bencana ini tak ubahnya dengan para korban bencana tsunami. Tantangan kita bagaiamans bisa membangkitkan kembali semangat warga untuk membangun daerahnya,” katanya.
Lamanya waktu yang diperlukan untuk terapi sosial ini juga disebabkan 2/3 warga Wasior termasuk pendatang. Menurutnya, pemulihan dari dalam masyarakat sendiri lebih dibutuhkan melalui aspek kultural dan kearifan lokal masyarakat setempat. “Lebih dari separuh warga ini adalah pendatang dan sudah meninggalkan lokasi untuk mengungsi ke tempat lain. Diperlukan upaya keras untuk membujuk mereka kembali ke daerahnya,” tambahnya.
Sementara itu, pakar geologi UGM, Prof. Dr. Dwikorita Karnawati, mengatakan banjir bandang yang terjadi di Wasior merupakan proses evolusi bentang alam yang terjadi secara periodis, terutama pada daerah dengan curah hujan tinggi. Meski demikian, aktivitas manusia dapat berperan mempercepat periode ulang kejadian banjir bandang. “Bencana banjir di Wasior akibat proses alamiah dibuktikan dengan terbentuknya lahan kipas alluvial yang terdeteksi melalui foto satelit. Perlu dilakukan penataan ruang secara tepat dan ketat untuk menghindari berkembangnya pemukiman di zona kipas alluvial,” terangnya.
Untuk mengantisipasi bencana seperti ini, menurut Dwikorita, perlu dilakukan pemantauan rutin untuk mencegah atau memberikan peringatan dini dengan pembentukan bendung sedimen di daerah hulu sungai, mengukur jumlah curah hujan, mengukur peningkatan debit air dan laju sedimen dari daerah hulu hingga hilir. (Humas UGM/Gusti Grehenson)