Perubahan iklim merupakan tantangan multidisiplin paling serius, kompleks dan dilematis yang dihadapi umat manusia pada awal abad ke-21, bahkan diperkirakan hingga abad ke-22. Tidak ada satu negarapun atau kelompok masyarakat dunia yang mampu menghindar dari ancaman terhadap peradaban bangsa tersebut.
Demikian pernyataan Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Ir. Sugeng Triutomo, DESS saat menyampaikan sambutan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional pada Seminar Nasional “Perubahan Iklim di Indonesia Mitigasi dan Strategi Adaptasi Dari Tinjauan Multidisiplin”, Rabu (13/10) di Sekolah Pascasarjana UGM. Ditegaskannya seberapa besar dan sekuat apapun kemampuan suatu bangsa, tidak akan ada yang sanggup mengatasi sendiri tantangan perubahan iklim dan pemanasan global, yang tentunya terkait erat dengan perilaku dan gaya hidup manusia, keputusan politik, pola pembangunan, pilihan teknologi, kondisi sosial ekonomi dan kesepakatan internasional.
“Dampak negatifnya cepat meluas dari tingkat global hingga ke tingkat lokal yang terpencil sekalipun. Dampak perubahan iklim ini semakin kita rasakan antara lain kenaikkan suhu udara, perubahan volume volume curah hujan dan pola musimannya, musim kering yang lama, hujan yang semakin lebat hingga kenaikkan permukaan air laut,” ungkap Sugeng.
Pada tahun 2010 ini dampak tersebut sangat kita rasakan, terutama dalam hal perubahan iklim. Pada tahun ini musim hujan berlangsung cukup panjang tanpa musim kemarau yang jelas. “Hingga September 2010 catatan data bencana BNPB untuk kejadian banjir sebanyak 196 kali. Angka ini tentu mengalami kenaikan karena rata-rata hanya terjadi 150 kali per tahun. Hal ini jelas menunjukkan terjadi perubahan iklim yang disertai dengan perubahan sifat hujannya,” tambahnya.
Hasil studi A Climate Change Vulnerability Mapping for Southeast Asia yang dilakukan Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA), Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim. Kerentanan ini diukur dari tingkat tampilan (exposure), sensitivitas dan kemampuan beradaptasi. Bahkan dari hasil kajian menunjukkan 7 kabupaten/kota di Indonesia menduduki 10 besar kota paling rentan terhadap perubahan iklim.
Tampak hadir Prof. Dr. Hartono, DEA, DESS, Prof. Dr. H.A Sudibyakto, MS dan keynote Speech Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng, Sekretaris Utama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. (Humas UGM/ Agung)