• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Teliti Motif Hias Alas-Alasan pada Batik, Guntur Raih Doktor

Teliti Motif Hias Alas-Alasan pada Batik, Guntur Raih Doktor

  • 15 Oktober 2010, 09:53 WIB
  • Oleh: Agung
  • 6188
Teliti Motif Hias Alas-Alasan pada Batik, Guntur Raih Doktor

Menjelang akhir abad XVIII, pada 5 Jumadilawal 1716 Saka (1790), Pakubuwana IV (1788-1820) menetapkan motif hias alas-alasan Pinarada Mas sebagai motif larangan, sebuah motif yang dianggap sakral, setara kesakralannya dengan pusaka lain.

Menurut dosen Institut Seni Indonesia Surakarta, Drs. Guntur, M. Hum., sakralitas motif hias alas-alasan berakar pada konsepsi supranatural dan mistis tentang alas dan gunung. Alas dan gunung merupakan situs sentral dan fundamental, yang melalui kepercayaan dan pandangan hidup orang Jawa dimapankan. Bersama dengan Laut Selatan, alas (Krendhawahana), dan gunung (Merapi dan Lawu), menjadi pilar kosmik Keraton Surakarta. "Pandangan supranatural terhadap alas dan gunung inilah yang menjadi energi penggerak dan pengukuh eksistensi kreasi simbolik dan estetik batik Keraton Surakarta," ujarnya, Kamis (14/10), saat melakukan ujian terbuka Program Doktor UGM.

Terlindung dalam pagar otoritas raja, kata Guntur, motif hias alas-alasan terhindar dari perubahan sepanjang masa. Motif ini hanya dapat dipakai oleh raja, pengantin, dan penari Bedhaya Ketawang di lingkungan Keraton Surakarta. Sebuah monopoli yang terlarang bagi rakyat biasa, kecuali raja dan keluarganya. Peruntukan yang khusus demikian menjadikannya sebagai salah satu benda pusaka di antara benda upacara atau regalia lainnya, yaitu sebuah motif yang secara historis dan kultural selalu digunakan sebagai busana tari Bedhaya Ketawang dalam ritual penobatan raja (jumenengan) dan ulang tahun penobatan raja di lingkungan Keraton Surakarta.

"Itulah sebabnya tari tersebut dikategorikan sebagai tari upacara, tari yang diyakini diciptakan oleh makhluk halus, Kanjeng Ratu Kidul dan selalu hadir serta terlibat dalam melatih seraya menarikannya. Tidak hanya menjadi dasar kesakralan tari Bedhaya Ketawang, namun juga motif hias yang melekat pada busana tari tersebut," katanya.

Mempertahankan disertasi "Motif Hias Alas-Alasan pada Batik dalam Ritual Tingalan Jumenengan dan Perkawinan di Keraton Surakarta: Kajian Bentuk, Fungsi, dan Makna", suami Atik Kusmiati ini menuturkan tari Bedhaya Ketawang mengandung nilai-nilai religi sehingga ia diklasifikasikan sebagai tari religi. Tari yang diyakini sebagai ekspresi cinta mendalam penguasa Laut Selatan, Kanjeng Ratu Kidul atau Kanjeng Ratu Kencana Sari, kepada Sultan Agung sehingga termasuk dalam tari percintaan.

Di bagian lain pidatonya, Guntur mengungkapkan motif hias alas-alasan juga merupakan representasi perlindungan. Dalam konteks perkawinan, motif ini merepresentasikan "raja", gumelaring jagad, harapan, perlindungan, dan kesuburan. Motif hias alas-alasan adalah ekspresi estetis dan simbolik. Keduanya dilandasi oleh konsepsi penting alas dan/atau gunung, yakni sebuah keyakinan mistis, kesadaran historis dalam upaya meraih harmoni antarmanusia, lingkungan, dan Tuhan. "Basis kreasi estetik yang esensial dan fundamental itulah yang terajut pada motif tersebut sehingga menjadikannya sarat pesan dan makna dalam kehidupan yang lebih baik," pungkas ayah Mandira Citra Perkasa dan Sekar Ayu Asmara, yang dinyatakan lulus Program Doktor Seni Pertujukan UGM. (Humas UGM/ Agung).

Berita Terkait

  • Teliti Motif Tenun Batak dan Bali, Ganal Raih Doktor

    Wednesday,28 September 2011 - 12:39
  • Membedah Kebijakan Impor Produk Batik

    Monday,28 May 2018 - 8:22
  • Melestarikan Batik sebagai Identitas Bangsa

    Wednesday,05 December 2018 - 22:09
  • Raih Doktor Berkat Teliti Batik Laweyan

    Monday,07 May 2012 - 15:10
  • Batik Jaringan Tubuh Kreasi Mahasiswa FK

    Friday,27 June 2014 - 13:30

Rilis Berita

  • Dosen Perikanan UGM Murwantoko Dikukuhkan sebagai Guru Besar 21 March 2023
    Dosen Departemen Perikanan, Prof. Dr. Ir. Murwantoko, M.Si., dikukuhkan sebagai G
    Gloria
  • Komunitas Mahasiswa Hindu UGM Ikuti Tawur Agung di Candi Prambanan 21 March 2023
    Mahasiswa UGM yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Komunitas Mahasiswa Hindu Dharma (UKM
    Ika
  • 40 UMKM Mengikuti Pelatihan Peningkatan Kualitas Proses Pengolahan dan Pengemasan Produk 21 March 2023
    Sebanyak 40 pelaku UMKM mengikuti Pelatihan Peningkatan Kualitas Proses Pengolahan dan Pengemasan
    Agung
  • UGM Kembangkan Aplikasi TOMO Untuk Penanganan Tuberkulosis Resisten Obat 21 March 2023
    Penyakit tuberkulosis (TB) masih menjadi persoalan kesehatan di Indonesia. Dalam lapora
    Ika
  • Entrepreneur di Bidang Peternakan Masih Minim 21 March 2023
    Meski masih terbuka lebar Indonesia masih kekurangan entrepreneur di bidang peternakan. Data Bada
    Agung

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual