Berdasarkan pengalaman, gambaran seorang sarjana belumlah memberikan gambaran yang maksimal, terlebih dalam mencapai tujuan akhir bidang hukum, yakni menegakkan keadilan di tengah masyarakat. Tentang carut-marut persoalan penegakan hukum, semestinya sudah harus ada perubahan sejak lama. Selama ini, banyak putusan-putusan hakim yang tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. Sementara itu, banyak aparatur penegak hukum masih cenderung menyalahgunakan wewenang dan yang menjadi korban objek hukum adalah masyarakat.
Menurut Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar, permasalahan ini mestinya segera harus ditangani. Salah satu upaya yang harus segera ditempuh tidak lepas dari permasalahan kurikulum fakultas hukum di berbagai perguruan tinggi. “Kurikulum sedikit demi sedikit harus dilakukan perubahan karena proses pendidikan hukum kita masih transfer of knowledge sehingga tidak terlalu mendalam saat memahami perspektif dan tujuan dari hukum itu sendiri sehingga gambaran seorang sarjana hukum yang baru lulus belum memiliki accountable. Ia hanya sekadar berlabelisasi seorang sarjana hukum,” katanya di Yogyakarta, Senin (18/10).
Di hadapan para peserta Pertemuan Badan Kerja Sama (BKS) Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri, Menteri Hukum dan HAM mengatakan berbagai putusan para hakim hingga saat ini masih saja carut-marut dan menjadi sorotan di masyarakat. Kondisi semacam ini semakin membawa dorongan semangat untuk melakukan reformasi pendidikan hukum di Indonesia. “Jadi, bukan lagi dalam konteks teoretis karena ketika berbicara tentang pembentukan hukum tentu tidak terlepas dari pengetahuan mendasar dari pembentuk undang-undang berupa legal drafter,” ujarnya.
Meski dalam Pasal 20 Ayat 1 UUD menyebutkan yang memiliki legislasi adalah Dewan Perwakilan Rakyat, masyarakat tidak dapat berharap banyak sebab berdasar pengalaman fungsi legislasi, keputusan-keputusan DPR lebih banyak sebagai bentuk pengakuan keputusan politik. “Sehingga tidak substansial karena para anggota dewan berasal dari partai-partai yang belum tentu memiliki latar belakang dan kemampuan di bidang hukum,” tuturnya.
Dikatakannya bahwa pemerintah sesungguhnya yang paling diharapkan dalam menjalankan fungsi legislasi sebab ia merupakan sebuah organisasi yang bersifat permanen dan diisi oleh kalangan profesional. Selain itu, harapan datang dari kalangan perguruan tinggi. Bersama pemerintah dan kalangan perguruan tinggi inilah yang menjadi harapan bagi pembentukan hukum di Indonesia ke depan. Fakta menunjukkan beberapa rancangan undang-undang yang dibuat dengan biaya mahal, dengan mudahnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut menunjukkan baik substantif maupun sistem pembuatan undang-undang memiliki cacat hukum, terutama dari perspektif konstitusional.
Selain itu, dapat pula disaksikan ribuan peraturan daerah dibatalkan oleh pemerintah pusat sebab secara substantif dan formal peraturan-peraturan tersebut cacat hukum. Padahal, di tempat berbagai peraturan daerah tersebut dibuat terdapat perguruan tinggi yang memiliki fakultas hukum. “Lantas pertanyaannya, di mana peran perguruan tinggi? Tidak berarti kita menyalahkan semua ini kepada perguruan tinggi, tapi ingin menggugah agar ke depan perguruan tinggi yang memiliki fakultas hukum wajib hukumnya membantu semua proses-proses pembentukan peraturan perundang-undangan,” tambahnya.
Untuk lebih menggiatkan keterlibatan perguruan tinggi, Kantor Kementerian Hukum dan HAM membuka sistim Law Center di seluruh provinsi di Indonesia. Hanya saja, untuk saat ini baru 12 Law Center berdiri karena memang tidak mudah untuk mendirikannya. Pendirian law center mensyaratkan kerja sama terlebih dahulu antara Kementerian Hukum dan HAM dengan kalangan perguruan tinggi setempat. “Memang sudah saatnya kita mengarahkan sistem pendidikan hukum kita tidak hanya transfer of knowledge, namun mengarah pada sistem profesionalisme,” katanya.
Pertemuan BKS FH PTN se-Indonesia kali ini diikuti oleh 102 peserta yang terdiri atas dekan dan/atau yang mewakili dan pengelola program studi dari 34 fakultas hukum perguruan tinggi negeri. (Humas UGM/ Agung)