YOGYAKARTA (KU) – Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta meningkatkan status Gunung Merapi dari ‘siaga’ ke ‘awas’ sejak Senin (25/10) pukul 06.00. Sehubungan dengan status ‘awas’ Gunung Merapi, BPPTK mengimbau masyarakat segera mengungsi, khususnya warga yang bermukim di sekitar alur sungai di sektor selatan-tenggara dan barat-daya dalam jarak 10 kilometer dari puncak Merapi, meliputi Kali Boyong, Kali Kuning, Kali Gendol, Kali Woro, Kali Bebeng, Kali Krasak, dan Kali Bedog.
Pakar bencana UGM, Dr. Sudibyakto, M.S., mengatakan perubahan status Merapi dari ‘siaga’ menjadi ‘awas’ merupakan salah satu bentuk sistem peringatan dini yang dilakukan BPTTK untuk mengantisipasi jatuhya korban jiwa jika suatu waktu Merapi mengalami erupsi. “Sesuai dengan prosedur, status ‘awas’ ini harus diikuti semua warga yang tinggal di sekitar Merapi untuk segera mengungsi,” kata Sudibyakto kepada wartawan, Senin (25/10).
Dalam mengevakuasi masyarakat dari bencana Merapi, Sudibyakto lebih menyoroti perlu adanya perbaikan dalam hal penanganan pengungsi agar dapat lebih baik daripada saat peristiwa erupsi Merapi tahun 2006. Salah satu yang perlu dibenahi, di antaranya distribusi bantuan logistik, terutama kebutuhan masyarakat selama mereka berada dalam lokasi pengungsian. Di samping itu, penanganan trauma pada anak-anak selama proses evakuasi perlu dilakukan. “Mental anak-anak perlu diperhatikan, terutama menyangkut kegiatan sekolah mereka jangan sampai berhenti, tapi dapat berjalan seperti biasanya,” ujarnya.
Kemungkinan timbulnya awan panas dan debu letusan Merapi dapat merugikan semua hasil pertanian dan ternak masyarakat. Sudibyakto menyarankan pemerintah dan lembaga masyarakat yang peduli bencana untuk memperhatikan kondisi tersebut. Menurut staf pengajar Fakultas Geografi ini, proses evakuasi masyarakat tidak hanya bertujuan untuk menghindari jatuhnya korban, tetapi lebih menyadarkan masyarakat yang tinggal dan menetap di sekitar Merapi bahwa mereka berisiko terkena dampak bencana yang sewaktu-waktu muncul. Koordinasi antar empat kabupaten, yakni Sleman, Klaten, Magelang, dan Boyolali, perlu dilakukan secara terus-menerus dalam hal proses evakuasi dan penanganan pengungsi. “Meski Magelang dan Boyolali tidak terkena awan panas, namun kerja sama antar kabupaten sangat penting dilakukan,” imbuhnya
Selain menghindari kemungkinan terjadinya erupsi Merapi sewaktu-waktu, Sudibiyakto juga mewaspadai kemungkinan terjadinya banjir lahar karena banyaknya lava pijar dan endapan lava Merapi yang kemungkinan mengalami guguran seiring dengan naiknya curah hujan. “Perlu diantisipasi serius karena deposit lava di puncak Merapi mencapai jutaan meter kubik,” terangnya.
Dalam kesempatan terpisah, Subandrio, Kepala BPPTK Yogyakarta, mengatakan deformasi tubuh gunung saat berstatus ‘siaga’ pada 21 Oktober lalu rata-rata per hari hanya 10,5 cm. Namun, pada 24 Oktober telah mencapai 42 centimeter. Guguran material kubah lava lama gunung pun meningkat signifikan, yakni kurang dari 100 kali pada 21 Oktober 2010, sedangkan sejak 23-24 Oktober 2010 terekam masing-masing 183 dan 194 kali. Pengukuran deformasi (penggembungan) tubuh gunung menggunakan Electric Distance Measurement (EDM) dengan reflektor yang dipasang di sekitar puncak Merapi. “Lava sudah berada dekat dengan puncak gunung,” tambah Subandrio saat ditemui di kantornya.
Data yang terekam pada alat seismograf milik BPPTK mencatat pada 22 Oktober terjadi gempa bumi vulkanik sebanyak 52 kali, gempa multiphase (fase banyak) 514 kali, gempa frekuensi rendah 0 kali. Pada 23 Oktober, terjadi 80 kali gempa vulkanik, 525 kali gempa multiphase, dan gempa frekuensi rendah 1 kali. Berikutnya, pada 24 Oktober terjadi 80 gempa vulkanik, 588 gempa multiphase, dan 3 kali gempa frekuensi rendah. (Humas UGM/Gusti Grehenson)