SLEMAN (KU) – Abu vulkanik dari erupsi Merapi yang terjadi sejak Selasa (26/10) lalu telah menyebabkan sebagian pengungsi mengalami iritasi mata (konjugtivitis). Hal itu diketahui setelah tim dokter spesialis mata dari Fakultas Kedokteran (FK) UGM bekerja sama dengan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) DIY, dan Rumah Sakit Mata dr. YAP melakukan pemeriksaan dan pengobatan mata gratis di barak pengungsian Wukirsari dan Hargobinangun, Minggu (31/10).
“Dari yang memeriksakan matanya, sekitar 25 persen mengalami iritasi mata,†kata Ketua Perdami DIY, Prof. Dr. dr. Suhardjo, S.U.,Sp. M(K), yang ditemui di sela-sela kegiatan pemeriksaan mata gratis bagi warga pengungsi Merapi di Balai Desa Wukirsari, Cangkringan.
Menurut Guru Besar FK UGM ini, dari pengungsi yang memeriksakan matanya, tidak ditemukan kasus berat. Oleh karena itu, ia berkesimpulan hujan abu yang melanda kawasan Merapi tidak menyebabkan persoalan serius. Namun, ia belum memeriksa kondisi para pengungsi yang ada di lokasi lainnya. “Kebanyakan yang kita periksa hanya mengalami iritasi. Namun, ada satu dua orang yang kemasukan pasir, tapi sudah kita keluarkan dari matanya,†ujar Suhardjo.
Selain memeriksa kondisi kesehatan mata para pengungsi, mereka juga memberikan dorongan mental kepada pengungsi. Meskipun abu vulkanik mengandung unsur kimia berupa sulfur dan senyawa lainnya, tetapi hal itu tidak terlalu membahaykan kesehatan mata. Meskipun demikian, ia menyarankan agar pengungsi selalu memeriksakan matanya apabila terjadi gejala-gejala sakit mata. “Apabila terasa ada sesuatu yang mengganjal di mata, terasa gatal, penglihatan agak kabur, dan mata merah, segera untuk diperiksakan secepatnya,†katanya.
Dalam pemeriksaan kesehatan gratis ini, FK UGM menurunkan 12 dokter spesialis mata dan beberapa calon dokter mata serta puluhan mahasiswa Farmasi UGM. Tim kemudian dibagi menjadi dua kelompok yang ditempatkan di Wukirsari dan Hargobinangun. Di Wukirsari, kebanyakan para pengungsi yang memeriksakan matanya beragam, mulai dari anak-anak, orang tua, hingga lansia.
Ngatiyah (48), salah satu pengungsi asal Pangukrejo, mengaku baru memeriksakan kondisi matanya setelah merasa penglihatannya sedikit kabur. “ Agak kabur, selama ini saya biarin aja,†kata ibu dua anak ini. Ia menceritakan saat abu vulkanik menerjang lokasi desanya yang berdekatan dengan dusun tempat almarhum Mbah Maridjan bermukim, ia dan suaminya berlarian mencari perlindungan. Saat itulah, ia tidak sadar jika matanya sudah kemasukan abu vulkanik. “Saat itu, kita pokoknya lari saja,†ujarnya polos.
Setelah memeriksakan matanya, Ngatiyah merasa penglihatannya terasa lebih baik. “Pandangan saya lebih bening sekarang,†jawabnya sembari tersenyum lalu pamit dan berlari kecil menghindari guyuran hujan untuk kembali ke pos pengungsiannya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)