MAGELANG (KU) – Tim Disaster Early Response Unit (DERU) UGM bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Senin (1/11), menyalurkan bantuan bagi para pengungsi korban Merapi yang berada di Kecamatan Sawangan, Magelang, dan Selo, Boyolali, Jawa Tengah. Bantuan berupa popok bayi, masker, kain jarik, sarung, kaos, selimut, tikar, serta pakaian dalam pria dan wanita diserahkan langsung oleh tim relawan DERU ke lokasi pengungsi. Di Magelang, bantuan diserahkan ke posko Balai Desa Tirtosari, posko SMP N 1 Sawangan, dan posko lapangan Klangon.
Ketua tim DERU UGM, Slamet Widiyanto, M.Sc., mengatakan pengiriman bantuan mencakup semua wilayah yang terkena bencana Merapi, tidak hanya wilayah DIY, tetapi juga Jawa Tengah, yang berada di sekitar lokasi Gunung Merapi. “Pengiriman bantuan berdasarkan kebutuhan di lapangan. Kebutuhan merupakan hasil assessment para relawan yang akan dikirim ke lokasi bencana,” kata Slamet.
Dari hasil assessment, menurut Slamet, kebutuhan bantuan berupa pangan relatif sudah tercukupi. Oleh karena itu, pengiriman bantuan lebih banyak difokuskan pada kebutuhan sandang.
DERU UGM dibentuk dalam rangka tanggap darurat bencana. Unit ini memfasilitasi semua kebutuhan para korban bencana dalam jangka panjang dan dilakukan sampai dengan pasca tanggap darurat. Dalam melaksanakan kegiatan tanggap bencana, baik pada masa tanggap darurat maupun rehab-rekon, selalu mengembangkan konsep kemitraan dalam rangka menggalang segala bentuk bantuan.
Pasca bencana Merapi, direncanakan DERU akan melakukan kegiatan yang mencakup berbagai aspek, seperti pendidikan yang lebih difokuskan pada proses pemulihan di lokasi bencana. Hal itu dilakukan dengan program pemberdayaan masyarakat yang melibatkan mitra-mitra UGM. “DERU mengharap dukungan dari masyarakat dan seluruh mitra untuk membangun kembali berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial, kesehatan, administrasi publik, dengan melakukan program pemberdayaan masyarakat,” katanya.
Di posko Balai Desa Tirtosari, tim DERU menurunkan bantuan untuk 407 pengungsi, yang terdiri atas 128 laki-laki, 168 perempuan, 18 bayi, dan 93 lansia. Menurut pengakuan Lusiati (42), salah satu warga yang mengurus logistik, di poskonya masih kekurangan sembako dan peralatan tenda. “Kita masih kurang handuk, telor, tepung terigu, dan minyak,” ujarnya.
Di pos pengungsian ini, para pengungsi menggunakan ruang kantor perangat desa yang disulap sebagai kamar tidur. Hanya beralaskan tikar seadanya, para lansia, ibu-ibu, dan anak-anak tinggal di posko ini. “Biasanya kalau siang, laki-laki pulang ke rumah menjaga tanaman, rumah, dan ternak,” kata Witulus Subagyo, petugas perangkat desa.
Berpindah ke lokasi pengungsian di SMPN 1 Sawangan, di tempat ini terdapat 1.029 pengungsi. Para pengungsi menempati 12 ruang kelas sekolah. Kegiatan belajar dan mengajar siswa diliburkan. Mereka diajak terlibat dalam aktivitas di pengungsian. Sementara di lapangan Klangon, ditampung sekitar 2.500 pengungsi yang berasal dari lima desa. Menurut kordinator lapangan, Sumarno, di posko ini pada Sabtu malam lalu sempat dihuni 5.000-an warga yang mengungsi saat terjadi erupsi Merapi.
Berdasarkan data dari Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Magelang, diketahui ada sekitar 32.235 pengungsi yang tersebar di 61 pos pengungsian, meliputi Kecamatan Srumbung (5.546 jiwa), Dukun (2.696), Sawangan (4.329), Salam (945), Muntilan (6.761), dan Mungkid (12.142). (Humas UGM/Gusti Grehenson)