YOGYAKARTA (KU) – Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., bersama dengan rombongan meninjau lokasi pengungsian bencana Gunung Merapi di Cangkringan, Sleman, Selasa (2/11). Rektor didampingi Sekretaris Eksekutif UGM, Drs. Djoko Moerdiyanto, M.A., Direktur Kemahasiswaan, Drs. Haryanto, M.Si., dan Manajer KKN PPM UGM, Dr. drh. Irkham Widiono.
Setibanya di posko utama Pakem, Rektor bertemu dengan Bupati Sleman, Sri Purnomo. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan tentang upaya penanganan pascabencana. “Kegiatan lebih difokuskan pada proses pemulihan di lokasi bencana, dari aspek pendidikan, sosial, ekonomi, dan infrastruktur,” kata sudjarwadi.
Sudjarwadi menuturkan dalam pertemuan tersebut juga dibahas kemungkinan UGM dan Kabupaten Sleman melakukan kerja sama jangka panjang dalam pengembangan kurikulum pendidikan sekolah berbasis muatan lokal. “Kerja sama jangka panjang, mengajak para guru untuk mengajarkan pendidikan kebencanaan pada siswa sejak usia dini,” katanya.
Bupati Sleman menyambut baik adanya program pendidikan kebencanaan bagi kalangan siswa sekolah. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan karena risiko potensi bencana masih sangat besar dan kejadiannya bisa sewaktu-waktu. Ia juga mengakui masih minimnya pengetahuan tentang kebencanaan masyarakat yang berlokasi di sekitar Merapi. Bahkan, masih ada warga masyarakat yang masih memiliki kepercayaan tentang akan timbulnya bencana berdasarkan tanda-tanda dari alam, bukan berdasarkan hasil penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi dari lembaga yang terpercaya. “Namun, kita sudah berupaya maksimal mengimbau masyarakat untuk mengungsi sebelum terjadi bencana melalui status ‘awas’ Merapi,” katanya.
Usai bertemu dengan Bupati, Rektor langsung meninjau salah satu posko, yakni Posko Medik Veteriner Gabungan FKH UGM dan Posko Fakultas Peternakan Peduli Merapi. Di tempat ini, Rektor bertemu dengan Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, Sleman, Ir. S. Riyadi Martoyo, M.M. Kepada Rektor dan rombongan, Martoyo mengatakan sampai saat ini sudah terdata 294 ternak yang mati akibat terkena awan panas Merapi. “Dari 294 ternak yang mati ini sudah termasuk 11 kambing PE. Semua kita data, bila suatu waktu ada kebijakan untuk mengganti ternak yang mati,” ujarnya.
Di Cangkringan, Pakem, dan Turi, setidaknya terdapat 3.025 sapi perah dan 1.600 kambing. Namun, saat ini semua mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan pakan ternak-ternak tersebut. “Ternak mengalami kekurangan pakan, seperti konsentrat dan hijauan, terpaksa kita ambil sendiri dari luar DIY,” tuturnya. Paling tidak, dibutuhkan sekitar 120 ton pakan ternak setiap hari. Akan tetapi, sekarang baru dapat dipenuhi 4,5 ton sehingga diperlukan bantuan pakan lebih banyak lagi. Untuk urusan pakan ternak memang kurang mendapat perhatian para pemberi bantuan.
Selanjutnya, Rektor melanjutkan perjalanan menuju lokasi pengungsian di Balai Desa Wukirsari, yang menampung 2.500-an pengungsi, dan SD Kiyaran I (menampung 1.300 jiwa). Dalam kesempatan itu, Rektor sempat bertemu dengan petugas pelaksana satlak tingkat kecamatan, Edi Harmana, dan Kepala Sekolah SD Kiyaran I, Erna Nurhidayati, serta relawan dari mahasiswa UGM. (Humas UGM/Gusti Grehenson)