YOGYAKARTA- Selama ini, potensi limbah kerabang telur di Indonesia cukup besar. Namun sayang, potensi tersebut hingga saat ini belum dimanfaatkan secara optimal, khususnya sebagai pakan unggas, dan hanya dimanfaatkan untuk hiasan/pernak-pernik kerajinan. Hal itu disebabkan sejauh ini limbah kerabang telur mudah terkontaminasi mikrobia dan kecernaan mineral kalsiumnya masih rendah. Di samping itu, keberadaannya juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena sulit didegradasi oleh mikrobia tanah.
Terkait dengan limbah kerabang telur ini, Prof. Dr. Ir. Tri Yuwanta, S.U., D.E.A. (Dekan Fakultas Peternakan UGM) telah berhasil mengembangkan metode prosesing limbah kerabang telur menjadi pakan sumber mineral ayam petelur.
Metode yang digunakan dalam prosesing limbah kerabang telur diawali dengan perendaman kerabang telur dengan air panas 80ºC selama 15-30 menit kemudian dibersihkan dan dikeringkan. Selanjutnya, limbah direndam lagi menggunakan asam fosfat dengan beberapa konsentrasi dan setelahnya dibuat tepung. Setelah menjadi tepung kemudian dicampur dengan bahan baku pakan lain, seperti jagung giling, bekatul, dan bungkil kedelai. “Metode prosesing limbah kerabang telur menjadi pakan sumber mineral ayam petelur ini sudah mulai dikembangkan,†kata Ahmad Rois Mansur, mahasiswa Fakultas Peternakan, Program Studi Ilmu dan Industri Peternakan angkatan 2007 yang juga terlibat dalam penelitian tersebut.
Pemanfaatan limbah kerabang telur ini merupakan salah satu upaya untuk memperkaya nutrien mineral pakan untuk ayam petelur. Kerabang telur menyusun sekitar 10% dari total berat telur. Kerabang telur sebagian besar (98,4%) terdiri atas bahan kering dan hanya 1,6% air. Ia juga mengandung 95,1% mineral dan 3,3% protein. “Di antara mineral tersebut, yang paling banyak adalah kalsium karbonat (98,43%), magnesium karbonat (0,84%), dan kalsium fosfat sebanyak 0,75%,†rincinya.
Sementara itu, sebagai gambaran, produksi telur ayam ras nasional pada tahun 2009 sebesar 1.071.398 ton. Jika rata-rata berat telurnya 60g, kerabang telur yang dihasilkan dalam setahun adalah 178.566,33 ton. Berat itu setara dengan 175.762,84 ton kalsium karbonat, 1.499,96 ton magnesium karbonat, dan 1.339,25 ton kalsium fosfat.
Mansur mengatakan biaya produksi tepung kerabang telur (untuk 100 kg) diperkirakan sebesar Rp89.000,00. Jadi, harga pembuatan tepung kerabang telur per kilogramnya adalah Rp890,00, sedangkan harga sumber mineral yang juga sering digunakan, yakni tepung kerang berharga Rp2.500,00/kg (selisih Rp1.610,00). “Rata-rata konsumsi pakan ayam petelur per hari adalah 100g/ekor/hari dengan penggunaan tepung kerabang telur per harinya 3 gram (3% dari total pakan), maka biaya produksi per hari yang dapat dihemat adalah sebesar Rp48.300,00/hari pada populasi ayam 10.000 ekor atau Rp1.449.000,00/bulan,†kata Mansur yang bersama timnya menjadi juara II dalam 2nd SATU Student Business Plan Competition di National Cheng Kung University Taiwan belum lama ini.
Lebih jauh Mansur menguraikan ayam yang diberi kerabang telur sebagai sumber mineral mampu mencapai produksi 76,2%, sedangkan dengan suplemen mineral lain sebesar 71,1% (selisih 5,1%). Dengan demikian, pada peternakan ayam petelur yang memiliki populasi sebesar 10.000 ekor, akan dihasilkan telur 510 butir lebih banyak (=30,6 kg).
Jika harga 1 kg telur Rp12.000,00, keuntungan yang dapat diperoleh adalah Rp367.200,00/hari atau Rp11.016.000,00/bulan, dengan asumsi rata-rata berat telurnya 60 gram. Jika dihitung, keuntungan total per bulan yang dapat diperoleh, baik dari efisiensi pembuatan pakan maupun penjualan telur adalah Rp12.465.000,00. “Semakin besar skala usaha/semakin banyak populasi ayam, maka keuntungan yang diperoleh juga akan semakin banyak. Selain keuntungan finansial yang bisa diperoleh, suplementasi mineral menggunakan tepung kerabang telur juga dapat mendukung program ramah lingkungan,†pungkasnya. (Humas UGM/Satria AN)