Segala yang sudah dilakukan ASEAN selama empat puluh tahun menjadikan Piagam Asean merupakan pengemasan dalam instrumen hukum yang lebih kuat dan praktis. Pemilikan piagam tersebut diharapkan dapat mengakhiri permasalahan-permasalahan hukum, maupun konstitusional yang berkaitan dengan kelembagaan ASEAN.
Menurut Prof. Dr. Mohd. Burhan Tsani, SH., MH Piagam ASEAN diharapkan dapat menjadi tumpuan yang kuat untuk menyelesaikan sendiri perbedaan maupun sengketa antar negara anggota, sehingga eksistensi ASEAN menjadi lebih kuat. Dengan begitu, katanya, ASEAN dapat memusatkan perhatian pada kegiatan-kegiatan untuk menggapai terbentuknya Masyarakat ASEAN (ASEAN Community) tahun 2015.
“Disamping itu, ASEAN diharapkan mampu mengarahkan aktivitasnya untuk menepis berbagai penilaian negatif terhadapnya. Seperti ASEAN hanya menyentuh elit pemerintahan saja. Atau ASEAN sering dikatakan ibarat keranjang kosong, harimau kertas atau sebagai macan ompong,†ujar Prof. Burhan Tsani.
Hal itu dikatakannya, saat dikukuhkan sebagai guru besar pada Fakultas Hukum UGM, di ruang Balai senat, Rabu (7/5). Dihadapan sidang Majelis Guru Besar UGM, Dekan Fakultas Hukum UGM periode 2000–2004 ini mengucap pidato “Arti Piagam Bagi ASEANâ€.
Katanya, seyogyanya Sekretariat ASEAN menjalin kerjasama dengan perguruan-perguruan tinggi di negara anggota. Ratifikasi piagam tidak akan menjadi permasalahan krusial, mengingat tidak ada substansi baru yang signifikan pada Piagam.
“Untuk itu, seyogyanya negara yang belum meratifikasi akan segera meratifikasi. Bagi Indonesia sendiri masih berpeluang untuk berperan aktif sebagai penentu di ASEAN. Peluang ini mestinya bisa dimanfaatkan, guna memulihkan citra dan pamor Indonesia di fora internasional,†jelas pengampu mata kuliah Hukum Internasional FH UGM, sekaligus dosen teladan UGM tahun 1987 ini.
Dijelaskannya juga, selama rentang waktu empat puluh tahun, ASEAN sudah melangsungkan hubungan eksternal maupun internal. ASEAN menerima dan mengirim utusan, dari dan ke negara anggota, organisasi internasional, serta negara mitra wicara.
Selama itu pula, tegasnya, dalam hal kekebalan dan hak-hak istimewa, ASEAN tidak mengalami hambatan atau kendala yang berarti. Bahkan, ASEAN dapat menikmati kekebalan dan hak-hak istimewa tersebut, karena ASEAN sudah memenuhi kriteria sebagai suatu organisasi internasional, dan diakui sebagai subjek hukum internasional.
“Disamping itu, perolehan kekebalan dan hak-hak istimewa ASEAN atas dasar penerapan teori fungsional. Agar pelaksanaan tugas dan fungsi ASEAN tidak terganggu dan lancar, maka ASEAN perlu memiliki kekebalan dan hak-hak istimewa,†tandas Sekretaris Jurusan Hukum Internasional FH UGM, 1986-1992 ini. (Humas UGM).