BULAKSUMUR (KU) – Universitas Gadjah Mada (UGM) akan menyiapkan model rumah hunian sementara untuk para korban bencana letusan Gunung Merapi. Pembangunan diperuntukkan bagi pengungsi yang rumahnya rusak parah. Untuk keperluan itu, UGM akan menginisiasi dengan membangun 87 rumah bagi pengungsi Dusun Kinahrejo. Adapun lokasi yang dipilih berada di areal lahan Purwomartani, Sleman. “Model hunian sementara ini sebagai solusi melihat aktivitas Merapi belum kunjung selesai. Aktivitas Merapi sudah berhenti pun, mereka juga belum tentu bisa menempati rumahnya kembali,” kata arsitek UGM, Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D., Senin (15/11).
Ia menyampaikan lahan yang diperlukan untuk membangun hunian sementara ini seluas 1,5 hektar dan diperuntukkan bagi 87 KK. Masing-masing KK akan menempati lahan seluas 150 meter persegi. Model rumah yang akan dibangun menggunakan bahan dasar kayu atau bambu, lengkap dengan lahan pekarangan untuk mendukung aktivitas peternakan dan pertanian. “Luas areal rumah 18 meter persegi. Sisanya untuk kandang dan pekarangan karena lebih dari setengah pengungsi memiliki ternak. Jadi, mereka bisa tinggal sambil memberi makan sapinya sambil menunggu rumah mereka dibangun kembali,” katanya.
Untuk mendukung aktivitas pengungsi selama menempati rumah hunian sementara, UGM akan melibatkan tim dari beberapa fakultas, seperti Fakultas Kehutanan, Peternakan, Kedokteran Hewan, Ekonomika dan Bisnis, dan Ilmu Budaya, untuk mengadakan pelatihan dan pemberdayaan bagi para pengungsi. “Nantinya, akan ada kandang ternak, pembuatan biogas, dan aktivitas ekonomi lainnya,” ujarnya.
Pembuatan 87 rumah hunian sementara ini menelan biaya sebesar 783 juta rupiah untuk model rumah bambu dan 1,56 miliar untuk model rumah hunian kayu. “Kita perkirakan untuk satu rumah dari bahan bambu memakan biaya 9 juta rupiag, untuk rumah bahan kayu 18 juta rupiah,” terangnya.
Ikaputra menuturkan pembangunan rumah hunian sementara ini tengah diusulkan kepada pemerintah daerah dan provinsi untuk ditindaklanjuti. UGM juga terus berkoordinasi dengan pemerintah terkait kebijakan pembangunan rumah hunian sementara bagi para pengungsi. “Secepat mungkin kita akan mengerjakan rumah hunian sementara ini karena lebih layak untuk ditempati,” katanya.
Ikaputra mengakui memang tidak mudah untuk merelokasi pengungsi dari tempat tinggal mereka semula. Diperlukan kebijakan arif dari pemerintah terhadap masyarakat yang sudah puluhan tahun menempati daerah yang kini berada di zona rawan bencana. Rumah hunian sementara merupakan salah satu solusi untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi pengungsi yang rumahnya sudah tidak bisa ditempati lagi. (Humas UGM/Gusti Grehenson)