BULAKSUMUR – Universitas Gadjah Mada (UGM) menggandeng 100 PTN/PTS di DIY dan Jawa Tengah untuk turut membantu para korban Merapi agar dapat segera bangkit dari keterpurukan. Salah satu fokus koordinasi antar perguruan tinggi adalah memberikan masukan rekomendasi yang komprehensif terkait dengan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi setelah masa tanggap darurat berakhir. “UGM akan saling mendukung dengan semua mitranya. Kita bersama sedang bekerja dan makin meningkatkan mutu program, membangun kehidupan Merapi yang lebih baik lagi,” kata Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dalam workshop penanganan Merapi di Balai Senat UGM, Sabtu (20/11).
Beberapa materi rekomendasi tim dari berbagai perguruan tinggi diupayakan dapat segera dihasilkan melalui rangkaian workshop bergulir yang dilakukan secara maraton, antara lain, analisis kondisi wilayah dengan lokakarya bersama Pemerintah Kabupaten Sleman, Klaten, Boyolali, Magelang, dan Kotamadya Yogyakarta serta Solo. Satu fokus pembahasan yang penting segera dimiliki ialah kerangka tata ruang wilayah pemukiman Merapi dan rencana sistem koordinasi untuk menjalankan program dengan terukur. “Dijadwalkan pada akhir Desember 2010 telah ada rekomendasi kebijakan dan tugas ke masing-masing sektor bisa segera dilaksanakan. UGM siap akan menyediakan diri menjadi technical assistance,” ujarnya.
Tampak hadir dalam workshop penanganan bencana Merapi, sejumlah pimpinan perguruan tinggi, antara lain Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof. Rohmad Wahab, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ir. H. M. Dasron Hamid, M.Sc., Rektor ISI Yogyakarta, Prof. Drs. Soeprapto Soedjono, M.E.A., Ph.D., dan sejumlah guru besar dari berbagai disiplin ilmu.
Rohmad Wahab, Rektor UNY, mengatakan hal yang utama dalam membangun kembali kehidupan di lereng Merapi adalah mengupayakan warga agar dapat segera kembali beraktivitas dan memberikan kesadaran terkait dengan risiko alam yang dihadapi. Letusan Merapi yang cukup besar dalam 100 tahun terakhir memang tidak banyak dipahami oleh warga. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kunci utama bagi suksesnya program rehabilitasi dan rekonstruksi. “Saya merasakan betul bagaimana risiko awan panas yang akibatkan banyak korban. Warga yang seharusnya direlokasi harus memiliki pemahaman yang sama terkait bahaya gunung berapi,” kata Rohmad.
Hal lain yang terjadi ialah minimnya informasi yang dibutuhkan pengungsi, terutama yang berada di zona rawan bahaya. Hingga kini, pengungsi yang masih bertahan belum sempat menengok kondisi terkini tanaman salak, rumah, dan seberapa dahsyat kerusakan infrastruktur yang terjadi. Informasi yang benar dan tepat diperlukan bagi pengungsi agar mereka mendapatkan gambaran dan langkah-langkah yang tepat untuk pemulihan kehidupan pascaletusan Merapi. “Banyak yang alami trauma. Kita harus secara perlahan sampaikan kondisi riil di lokasi. Jangan sampai pengungsi nekat pulang ke rumah, padahal kondisi di rumahnya masih berbahaya sebagai hunian atau tempat tinggal. Kalau soal pendidikan, memang bisa sedikit terganggu karena rusaknya sekolah tempat mereka belajar,” kata Rohmad.
Rektor ISI, Soeprapto Soedjono, mendukung kerja sama antar perguruan tinggi untuk membangun kehidupan masyarakat di lereng Merapi. Menurutnya, bukan hanya program pembangunan fisik semata yang dilakukan, tetapi juga pembangunan secara menyeluruh pascatanggap darurat. “Kita ingin melakukan program yang nyata dan terimplementasi secara langsung,” terangnya.
Soeprapto mengatakan bencana Merapi saat ini tidak hanya menimbulkan trauma kepada pengungsi. Namun, bencana juga menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua mahasiswa yang menguliahkan anaknya di Yogyakarta. “Sampai saat ini, banyak mahasiswa kami dari luar Yogyakarta yang belum kembali ke kampus karena belum ada kepastian tentang Merapi ini,” jelasnya. Soeprapto menambahkan pihaknya dalam waktu dekat ini akan membuat puluhan ribu leaflet dalam bahasa Jawa yang akan dibagikan kepada para pengungsi terkait dengan informasi terkini tentang kondisi Merapi.
Sebelumnya, UGM juga melaksanakan penandatangan MoU dengan TV One tentang kerja sama pelaksanaan rehabilitasi pascabencana Merapi. Nota kesepahaman ditandatangani oleh Rektor UGM dengan Ketua Yayasan Satu Untuk Negeri TV One, Nurjaman Mochtar. (Humas UGM/Gusti Grehenson)