Terdapat empat skenario yang mungkin dapat dilakukan pascaerupsi Gunung Merapi. Skenario yang dimaksud, antara lain, adalah reeksistensi permukiman Merapi yang sudah terkubur.
Menurut Prof. Sudaryono, keinginan ini cukup baik karena mengandung perspektif historis, sebuah usulan berlatar belakang membangkitkan kembali kehidupan masyarakat. Hanya saja, alternatif pemikiran ini sangat mahal karena harus melakukan pengerukan dari Kinahrejo hingga Bronggang, sekitar 15 km panjangnya, dengan lebar 150-200 meter dan ketebalan 2-15 meter. “Pekerjaan ini tentu tidak mudah dan bukan alternatif yang utama. Oleh karena ini hanya sekadar menampung usulan. Namun, sangat sulit sekali diwujudkannya,” katanya di Balai Senat UGM, Selasa (23/11), saat berlangsung Workshop II Penanganan Pascaerupsi Merapi.
Dikatakan Daryono, salah satu alternatif yang mungkin dapat dilakukan terkait dengan tata ruang pascaerupsi Merapi adalah dengan membuat sabana-sabana plus atau sabana kolektif. Pembangunan sabana ini melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat dengan menggunakan konsep sharing.
Di dalam konsep tersebut, masyarakat diharapkan mendapat tempat hunian sekaligus dapat memanfaatkan lahan untuk kehidupan. “Yang penting, pemerintah segera melindungi hal ini jika konsep ini nantinya dipakai karena didalamnya terdapat tanah milik pribadi, tanah negara (dusun/kas desa), bahkan tanah kasultanan sehingga harus tetap dilindungi agar masyarakat punya akses terhadap tanahnya sehingga nantinya masyarakat bisa sumber pakan ternak di situ juga,” terang dosen Fakultas Teknik UGM ini.
Meski begitu, Daryono menuturkan apapun blue print plan yang akan dipakai, tata ruang pascaerupsi Merapi semestinya tetap berpedoman pada prinsip-prinsip tata bahaya. Selain itu, harus pula mengingat prinsip-prinsip tata sosial, tata budaya, dan tata ekonomi, terutama perikanan dan peternakan.
Sebelum itu, Wakil Rektor Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha (APU) UGM, Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil., Ph.D., mengatakan untuk menata ruang wilayah dan permukiman lereng Merapi diperlukan analisis wilayah lereng Merapi pascaerupsi berupa deskripsi potensi bencana, lost and damage, sumber daya, foto, dan statistik. Skenario perencanaan tata ruang wilayah lereng Merapi pascaerupsi diharapkan menggunakan prinsip-prinsip konsolidasi lahan dan rukunan lahan pada lahan pribadi dan lahan negara yang tertimbun.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan, diharapkan Rencana Struktur Ruang Wilayah Lereng Merapi Pascaerupsi sudah selesai pada 3 Desember 2010, sedangkan untuk arah pemanfaatan ruang wilayah pada tanggal 23 Desember 2010. (Humas UGM/ Agung)