YOGYAKARTA- Pengembangan angkutan umum perkotaan Trans Jogja saat ini sudah cukup menggembirakan. Dari hasil survei penumpang Trans Jogja, besar tingkat isian (load factor) rata-rata bus tersebut sudah mencapai 30%, jauh meningkat daripada saat diluncurkan, yakni hanya sekitar 20% dan jauh lebih tinggi di atas 19%. Selain itu, dari survei wawancara terhadap penumpang Trans Jogja, hanya 21% pengguna bus ini yang berasal dari pengguna angkutan umum lain, sedangkan 59% merupakan pengguna sepeda motor dan 8% pengguna mobil. “Meski mengendarai mobil, mereka juga tetap menggunakan Trans Jogja. Masyarakat puas dari segi keamanan dan keselamatan,†kata Ketua Tim Hi-Link ‘Keterpaduan Angkutan Umum’, kerja sama UGM, Dishub DIY, dan PT Gama Techno, Prof. Dr. Ing. Ir. Ahmad Munawar, M.Sc., ketika berbicara dalam Workshop Pengembangan Angkutan Umum di Provinsi DIY, yang bertempat di Hotel Sahid Raya, Kamis (25/11).
Munawar menambahkan yang perlu ditingkatkan dalam pengembangan Trans Jogja adalah dari segi jadwal dan waktu perjalanan. Pada masa mendatang, diperlukan pula peningkatan dari segi frekuensi dan waktu perjalanan. Ini dapat dilakukan, antara lain, dengan memberikan prioritas saat melalui simpang bersinyal agar lampu menjadi hijau saat Trans Jogja melewati simpang tersebut, juga prioritas untuk tetap melewati Malioboro ketika diberlakukan sistem buka tutup di kawasan tersebut. “Untuk sistem tiket, saya rasa perlu ditingkatkan promosi tiket berlangganan. Di masa depan, bahkan perlu dipikirkan pula keterpaduan tiket dengan angkutan-angkutan yang lain. Saat ini, sedang diteliti kemungkinan keterpaduan antarprovinsi, dengan memadukan tiket Trans Jogja, kereta api Pramex dan Trans Batik Solo,†imbuh Munawar.
Dalam pandangan Munawar, saat ini tampak sulit mengganti seluruh angkutan umum yang ada menjadi Trans Jogja karena tingginya biaya subsidi yang diperlukan oleh pemerintah. Untuk itu, ia mengusulkan agar masih ada trayek angkutan umum perkotaan dan antarkota dalam provinsi yang bukan Trans Jogja, tetapi dengan standar pelayanan minimal tertentu dan dukungan dana pengembangan dari pemerintah, yang relatif lebih sedikit daripada mengembangkan semua angkutan umum tersebut seperti Trans Jogja. “Untuk jangka panjang, perlu dikembangkan juga sistem mesin tiket di dalam bus,†ujar Munawar.
Sementara itu, pembicara lain, Sigit Haryanto, Kabid Angkutan, Dinas Perhubungan Provinsi DIY, menjelaskan nantinya hanya sebagian dari jumlah kendaraan angkutan umum yang diganti menjadi Trans Jogja. Sebagian yang yang lain akan dikembangkan menjadi feeder bagi angkutan Trans Jogja dengan standar pelayanan minimal.
Sigit mengatakan dalam pengembangan angkutan perkotaan perlu mulai dipertimbangkan adanya mekanisme bantuan bagi angkutan perkotaan, misal dengan memberi subsidi untuk pembelian suku cadang atau bahan bakar, dan mengupayakan kemudahan dalam peremajaan kendaraan angkutan umum. “Selain perlu adanya pengawasan untuk menekan beberapa pengeluaran pihak operator yang tak perlu, juga harusnya ada upaya pembatasan penggunaan kendaraan pribadi sehingga penumpang angkutan perkotaan bertambah,†kata Sigit. (Humas UGM/Satria AN)