YOGYAKARTA-Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Diplomasi Publik, Penerangan, dan Kebudayaan, Judith A. McHale, hari ini, Jumat (3/12), berbicara mengenai pendidikan kewirausahaan di Balai Senat UGM melalui konferensi video. McHale berbicara pada forum tersebut didampingi oleh Duta Besar AS untuk Indonesia, Scot Marciel, Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Fasli Jalal, dan Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D. Acara dipandu oleh Sekretaris Eksekutif UGM, Drs. Djoko Moerdiyanto, M.A. Konferensi video ini juga melibatkan beberapa perguruan tinggi lain, seperti Universitas Terbuka, Universitas Andalas, Universitas Lampung, Universitas Bengkulu, ITB, IPB, dan ISI Denpasar.
Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., mengatakan hubungan Amerika dan Indonesia sudah terjalin sejak lama. Kerja sama di bidang pendidikan dapat lebih dikembangkan dengan peningkatan jumlah pertukaran mahasiswa untuk studi di dua negara. Disebutkan Rektor, UGM saat ini memiliki kurang lebih 50 ribu mahasiswa.
Rektor juga sempat menyinggung dalam beberapa hari ke depan akan diselenggarakan World Conference on Science, Education, and Culture (WISDOM 2010), 5-8 Desember 2010. Dalam WISDOM dijadwalkan banyak ahli dan pakar berbagai bidang ilmu datang untuk bertukar pikiran. “Saya berharap kerja sama di bidang pendidikan, seperti peningkatan pertukaran mahasiswa terus bisa ditingkatkan,†kata Rektor.
Ditambahkan Rektor, erupsi Gunung Merapi sebagai gunung vulkanik paling aktif di dunia membuat UGM banyak belajar pengetahuan yang baru sehingga menumbuhkan keinginan dalam membuat perkembangan untuk kebaikan masyarakat. “Di waktu yang sama, kami mencoba mengembangkan kewirausahaan dari aktivitas vulkanik ini,†imbuhnya.
Di tempat yang sama, Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, menuturkan acara konferensi video terkait dengan pendidikan kewirausahaan ini merupakan tindak lanjut dari komitmen Pemerintah Indonesia dan AS atas beberapa bidang, antara lain, pendidikan, sosial hingga lingkungan hidup. “Khusus pendidikan ini, Pemerintah AS sudah komitmen membantu 165 juta dolar untuk pengembangan pendidikan di Indonesia. Ini bisa dimanfaatkan untuk peningkatan pendidikan di Indonesia maupun pengiriman para ahli dan mahasiswa kita ke sana,†kata Fasli.
Hubungan bidang pendidikan antara Indonesia-AS pernah mengalami masa yang cukup baik di era tahun 1980-an. Waktu itu, jumlah mahasiswa Indonesia yang menempuh studi di AS sekitar 15 ribu, sedangkan saat ini hanya sekitar tujuh ribu mahasiswa. “Terjadi tren perpindahan studi mahasiswa dari AS ke Eropa, Australia maupun Asia (seperti Jepang). Maka momentum pasca kedatangan Presiden Obama kemarin dengan beberapa komitmen yang dihasilkan bisa menjadi peluang bagi kita,†kata Fasli.
Fasli juga berharap kerja sama kedua belah pihak dapat terus ditingkatkan, baik melalui pertukaran pelajar/mahasiswa, riset, jurnal, maupun beasiswa. Khusus tentang pendidikan kewirausahaan, menurut Fasli, saat ini terus ditingkatkan dan difasilitasi, apalagi selama ini pembelajaran di sekolah lebih banyak menciptakan lulusan seorang birokrat, bukan wirausahawan.
Di sisi lain, Duta Besar AS untuk Indonesia, Scot Marciel, dalam forum tersebut mengatakan AS terus berupaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang makmur sehingga kerja sama dengan banyak pihak, khususnya universitas, menjadi prioritas. “Jumlah mahasiswa maupun dosen yang belajar di kedua negara akan ditingkatkan dari waktu ke waktu,†ujar Scot.
Scot menambahkan Global Entrepreneurship Program (GEP) saat ini sedang didesain oleh AS dan akan dipimpin oleh pengusaha-pengusaha Indonesia. GEP akan menyediakan kesempatan-kesempatan pelatihan untuk mengembangkan sistem pembelajaran, termasuk dengan menggandeng pihak perguruan tinggi.
Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Diplomasi Publik, Penerangan, dan Kebudayaan, Judith A. McHale, mengatakan pembelajaran kewirausahaan sejak kecil merupakan hal yang sangat penting. Di Amerika, tingkat kewirausahaan cukup tinggi. Bahkan, di beberapa universitas tersedia pelatihan-pelatihan spesifik tentang hal itu. “Peran pemerintah dalam hal ini sangat besar, misalnya, dengan adanya peraturan tentang hak kekayaan intelektual,†jelas McHale.
McHale yang pernah menjabat General Councel untuk MTV Network dan President Discovery Communications mencontohkan beberapa hal yang membuat MTV dan Discovery Channel menjadi besar adalah adanya hasrat para karyawan terhadap produknya untuk menyediakan kualitas program. “Saat itu, kami menjadi sangat fokus dan menghindari distraksi dan berfokus kepada apa yang kami pedulikan dan setiap pegawai merasa terikat dengan apa yang kami lakukan. Selain itu, kami juga menumbuhkan kemitraan yang sangat kuat dengan klien, membangun hubungan di seluruh dunia, membangun ide-ide, dan hasrat yang kuat,†pungkas McHale. (Humas UGM/Satria AN)