Peraturan penggunaan dana alokasi cukai selama ini tidak mengatur secara eksplisit untuk pembangunan infrastruktur. Meski begitu, alokasi dana tersebut dapat digunakan untuk menunjang sarana usaha dalam meningkatkan perekonomian, khususnya lingkungan usaha tembakau dan industri rokok.
Menurut Dwi Ardianta Kurniawan, S.T, M.Sc. besaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) relatif kecil terhadap anggaran infrastruktur secara keseluruhan, tetapi cukup signifikan terhadap anggaran infrastruktur jalan. “Besaran dana ini diperkirakan masih akan terus meningkat. Hanya saja, pendanaan untuk infrastruktur, khususnya jalan, masih sangat terbatas,” kata Dwi Ardianta di Pusat Studi Transportasi dan Logistik, Kamis (2/12), saat berlangsung seminar bulanan bertema “Mengkaji Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau untuk Pengembangan Infrastruktur d Provinsi DIY”.
Sebagai peneliti, Dwi Ardianta mengakui penganggaran BDH CHT untuk infrastruktur jalan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan daerah sulit untuk dilakukan. Salah satu penyebabnya adalah tidak ditemukan landasan hukum untuk penganggarannya. “Penganggaran untuk infrastruktur jalan masih mungkin dilakukan bila menunjang peningkatan perekonomian lingkungan petani tembakau dan industri rokok,” terangnya.
Ditambahkan Dwi Ardianta, belajar dari kasus Jawa Timur, Permenkeu Nomor 20/PMK.07/2009 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dapat dijabarkan ke dalam 108 sektor kegiatan. Dengan kondisi tersebut, DBH CHT sangat memungkinkan untuk pembangunan infrastruktur jalan. “Meskipun dalam itemnya berupa pemeliharaan jalan dengan model padat karya,” katanya.
Dari diskusi ini terungkap pula bahwa Provinsi DIY menerima dana bagi hasil cukai sebesar 4 miliar rupiah per tahun. Hampir 85% dari dana itu terserap untuk menopang program-program kesehatan, terutama untuk perawatan kesehatan paru-paru di Mantrijeron, Yogyakarta. (Humas UGM/ Agung)