Profesi akuntan beberapa tahun terakhir acapkali mendapat sorotan tajam terkait dengan berbagai skandal koorporasi besar yang melibatkan akuntan publik. Akuntan public yang “nakal†selama ini hanya dikenakan sanksi administratif maksimal pencabutan ijin praktik. Namun, di masa mendatang akuntan publik tidak bias lepas dari tekanan arus global dan sangat berpotensi menjadi target litigasi atau peradilan.
Salah satu penyebab utama terjadinya litigasi adalah adanya kesenjangan antara apa yang diekspektasi oleh publik dari sebuah pekerjaan audit dengan apa yang diekspektasikan oleh audit itu sendiri. Publik, khususnya investor, kreditor, dan pemerintah memeiliki ekspektasi yang sangat besar dan mengharapkan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan dalam proses pengambilan keputusan ekonomik. “Ekspektasi ini muncul karena mereka percaya bahwa informasi tersebut kewajarannya sudah diverifikasi oleh auditor independent sehingga dipandang sebagai jaminan,†jelas Drs. I Made Narsa, M.Si., Ak., Jum’at (3/11) saat ujian terbuka program doctor pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM.
Akibat adanya kesenjangan ekspektasi tersebut, menurut staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga ini, maka pihak yang merasa dirugikan keputusan akuntan akan melaporkan akuntan pebulik karena dianggap menipu. Saat auditor menghadapi litigasi dan dituduh melakukan kelalaian maka evaluator/hakim akan mengevaluasi ex post apakah auditor telah melaksanakan kehati-hatian professional dalam pekerjaaannya ex ante. “Auditor dan evaluator merupakan dua pihak yang berada pada kutub yang berlawanan. Auditor berada di masa lalu(foresight) sementara evaluator ada pada saat ini setelah hasil akhir diketahui(hindsight),†kata pria kelahiran Jembarana, 27 Juni 1965.
Perbedaan perspektif tersebut, kata Mada Narsa, menimbulkan kesenjangan diantara auditor dan evaluator. Kesenjangan tersebut dapat dipersempit dengan memperbaiki proses pengambilan keputusan supaya kualitas meningkat.
Saat mempertahankan disertasi berjudul “Alat bantu Keputusan Foresight dan Strategi Mitigasi Bias Hindsight Untuk Mempersempit Kesenjangan di Antara Perspektif Auditor dan Evaluatorâ€, Made Narsa menyebutkan dari sisi evaluator kesenjangan bias dipersempit dengan cara mempengaruhi proses evaluasi. Evaluator yang mengetahui munculan negative mengalami bias kognitif yang berbasis asosiasi semantik.
“Secara teoritis bias yang berbasis asosiasi semantic dapat dimitigasi dengan memebrikan tambahan stimuli sebagai strategi untuk memitigasi bias hindsight, sehingga penilaian evaluator menjadi lebih objektif. Artinya keputusan evaluator bergeser ke perspektif foresight,†urainya.
Guna mempersempit kesenjangan anatra perspektif auditor dan evaluator, Made Narsa dalam penelitiannya menguji dua strategi. Startegi pertama menggunakan alat bantu keputusan foresight munculan tunggal dan alat bantu keputusan foresight munculan ganda yang berorientasi untuk meningkatkan kualitas proses pengambilan keputusan auditor. Strategi selanjutnya berupa strategi mitigasi bias hindsight munculan alternatif. dan strategi bias hindsight stakeholder alternative yang ditujukan untuk mengubah proses evaluasi oleh evaluator.
Dari hasil penelitian diketahui auditor dan elevator mengalami bias kognitif akibat adanya pengaruh munculan, dimana auditor mengalami kesalahan pertimbangan dan evaluator mengalami kesalahan pertimbangan . Kesalahan pertimbangan prediktif dan evaluatif bisa dimitigasi.
Ditambahkan suami dari Ni Nyoman Sujani ini, ekspektasi auditor in foresight dapat diubah mendekati ekspektasi evaluator in hindsight, demikian pula persepsi evaluator dalam menilai kinerja auditor ex ante dapat bergeser mendekati perspektif foresight. “Dari temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa apapun strategi mitigasi yang digunakan dalam mempersempit kesenjangan antara persepektif auditor dan elevator memberi pengaruh moderasi yang hampir sama,†terangnya. (Humas UGM/Ika)