YOGYAKARTA – Perhelatan World Conference on Culture, Education and Science – WISDOM 2010 di Universitas Gadjah Mada resmi dimulai pelaksanaannya dengan Upacara Pembukaan & Penyampaian Pesan Kunci yang dipimpin oleh Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng. di Grha Sabha Pramana. Hadir dalam kesempatan itu dan menyampaikan sambutan pembukaan adalah Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional RI Prof. Dr. Djoko Santoso mewakili Menteri Pendidikan Nasional dan Sekjen Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI Drs. Wardiyatmo MSc. yang didampingi oleh para Rektor /Perwakilan universitas mitra WISDOM 2010 serta Director & Representative of UNESCO Office, Regional Science Bureau for Asia and the Pacific, Prof. Hubert Gijzen, Ph.D.
Rektor UGM Sudjarwadi menyampaikan, penyelenggaraan WISDOM sempat mengalami penundaan berkenaan bencana erupsi merapi, namun akhirnya dapat dilaksanakan. Ia pun memberikan apresiasi kepada delegasi yang berkenan hadir mengikuti konferensi tersebut. “Beberapa hari ini, kita (peserta) akan bertemu untuk mendiskusikan berbagai isu strategis dan menarik mengenai budaya, pendidikan dan pengetahuan untuk meraih masa depan yang lebih baik,†katanya.
Sudjarwadi menilai, masyarakat dunia dengan berbagai permasalahannya saat ini memerlukan solusi global yang dapat diselesaikan melalui berbagai kearifan lokal yang dikombinasikan dengan temuan pengetahuan dan inovasi untuk bisa hidup harmonis dengan alam. “Khususnya untuk Merapi, UGM telah belajar pengetahuan baru dan akan tarus belajar bersama mengusahakan kehidupan yang lebih baik bagi Masyarakat di sekitar lereng Merapi,†tuturnya.
Ia menambahkan, sehubungan dengan pasca bencana erupsi Merapi, yang terpenting untuk dilaksanakan saat ini adalah mendorong masyarakat untuk bisa hidup lebih harmonis dengan Gunung yang terkenal sebagai gunung api paling aktif di dunia. “Gunung Merapi akan memberikan pelajaran kepada semua orang tentang mengatur hubungan sumberdaya alam dan manusia dalam konteks sosial, ekonomi, budaya, politik dan lingkungan,†katanya.
Sementara itu dalam rangkaian acara ini, pembicara kunci (keynote speaker) tokoh konservasi kreatif dunia, Jean-Michel Cousteau menyampaikan pesan kunci berkenaan dengan peran penting kearifan lokal dalam usaha konservasi lingkungan, utamanya kelautan. Ia menjelaskan bahwa laut di masa mendatang akan menjadi sumber penghidupan bagi seluruh umat manusia. Apalagi 70 % seluruh bumi terdiri atas lautan.
Kendati begitu, Cousteau mengaku prihatin dengan kondisi hilangnya ekosistem laut akibat laju pembangunan yang dilakukan secara besar-besaran. Ia mencontohkan, adanya tumpukan sampah yang ada di samudera pasifik utara yang menyebabkan banyaknya spesies ikan yang mati. Padahal di daerah itu merupakan pertemuan arus panas dan dingin, tempat berkumpulnya ikan-ikan dari berbagai penjuru. “Ada berbagai macam sampah yang berasal 32 negara. Sampah-sampah itu membuat ikan-ikan banyak mati,†katanya.
Ia berpendapat, diperlukan pendidikan tentang pembangunan keberlanjutan kepada generasi muda untuk untuk menjaga kelestarian ekosistem laut di masa mendatang. Hal itu bisa dilakukan melalui bangku sekolah. “Dimulai dari pendidikan pengetahuan ekosistem sungai, danau dan laut,†ujar pria kelahiran Perancis 1938 ini.
Cousteau yang memaparkan presentasinya melalui tayangan video sempat menunjukkan beberapa kegiatan beberapa nelayan yang menangkap ikat hiu dan paus, yang kemudian dibuang hidup-hidup setelah dipotong siripnya. Tidak hanya menyampaikan kondisi laut,ia juga menyinggung laju defortasi hutan yang terjadi di Indonesia. Menurutnya, hal itu bisa diatasi apabila masyarakat yang tinggal didaerah hutan untuk ditingkatkan kesejahteraan ekonomi yang labih baik sehingga mereka tidak lagi mengekspolitasi hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam kesempatan yang sama, Hubert Gijzen, menyampaikan apresiasi atas pelaksanan WISDOM sebagai konferensi pertama tingkat dunia yang mengangkat isu tentang kearifan lokal. Kegiatan serupa perlu dilaksankan di waktu mendatang, karena diperlukan banyak dialog antar masyarakat internasional untuk menjaga keseimbangan hubungan yang harmonis antar manusia dan hubungan manusia dengan alam. (Humas UGM/Gusti Grehenson)