Terdapat delapan sasaran pembangunan bagi pencapaian The Millenium Development Goals (MDGs). Kedelapan sasaran yang dimaksud ialah pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim, pemerataan pendidikan dasar, persamaan gender dan pemberdayaan perempuan, pengurangan tingkat kematian anak, peningkatan kesehatan ibu, perlawanan terhadap HIV-AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, penjaminan daya dukung lingkungan hidup, dan pengembangan kemitraan global untuk pembangunan.
Delapan sasaran tersebut diharapkan pada tahun 2015 akan tercapai. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah mengadakan evaluasi terhadap penyelenggaraan MDGs ini pada 20-22 September 2010 lalu di New York. “Dengan tema menjaga janji bersatu untuk mencapai target sasaran pembangunan milenium, forum ini menghasilkan beberapa kesepakatan baru untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan wabah penyakit di seluruh dunia. Kesepakatan itu juga menyinggung peningkatan kesehatan ibu dan anak, satu bidang yang menjadi misi Pusat Studi Wanita UGM,” ujar Dra. Djoharwinarlien, S.U. di Hotel Cakra Kusuma Yogyakarta, Kamis (9/12), saat membuka International Seminar “The Contribution of Multidisiplinary Studies in The Achievement of The Millenium Development Goals (MDGs)”.
Disampaikannya bahwa program MDGs ini telah melahirkan berbagai kontroversi untuk pencapaian di tahun 2015. Bahkan, peneliti dari Center for Global Development, Benjamin Leon, pun merasa pesimis untuk pencapaian pada 2015 karena hingga hari ini belum ada data negara yang menunjukkan kemenangan signifikan melawan kemiskinan dan tujuh sasaran MDGs lainnya. “Tentu saja MDGs ini tak akan berhasil memerangi kemiskinan selama kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan berpihak pada kepentingan pasar, bukan kepentingan masyarakat,” kata Kepala Pusat Studi Wanita UGM ini.
Meski begitu, harapan masih tetap ada, karena dari seminar yang digelar PSW UGM kali ini, para peserta diharapkan banyak belajar tentang kemiskinan, kelaparan, dan wabah penyakit. “Di forum ini, kita mempelajari perkembangan permasalahannya dan yang paling penting, kita belajar untuk memeranginya,” ujarnya.
Oleh karena itu, Djoharwinarlien berharap upaya-upaya pencapaian MDGs ini dapat diketahui oleh semua pihak. PSW UGM sebagai salah satu lembaga sangat peduli untuk pencapaian itu. Berbagai upaya akan dilakukan dengan memberdayakan banyak aspek, yakni pendidikan, kesehatan, reproduksi, dan kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Banyak faktor yang menjadi kendala sehingga MDGs belum tercapai, antara lain, belum adanya mainstream yang sama di bidang pendidikan sehingga kesempatan masih banyak diberikan pada laki-laki. “Padahal, secara akademis perempuan tidak kalah, bahkan ada beberapa lebih pintar dari laki-laki. Mungin karena faktor budaya atau ekonomi yang mengharuskan perempuan harus mengalah atau dikalahkan,” terangnya.
Pun dengan permasalahan kesehatan, terutama kesehatan reproduksi. Bidang ini tampaknya juga belum begitu diperhatikan pemerintah. “Pemerintah belum secara serius memperhatikan permasalahan ini, tentang kesehatan reproduksi. Padahal, proses reproduksi ini prosesnya sangat panjang, mengandung, memelihara kandungan, hingga pasca kelahiran. Dengan perhatian semacam itu diharapkan anak-anak nantinya menjadi anak yang unggul dan generasi yang andal untuk bangsa,” tambahnya.
Dr. R. Ay. Siti Hariti Sastriyani, S.S. sebagai ketua panitia seminar mengatakan salah satu misi MDGs adalah kesetaraan gender yang merupakan misi internasional dan mendapat dukungan Indonesia. Oleh karena itu, kalangan akademisi perlu untuk memberikan kontribusi berupa hasil-hasil penelitian terkait dengan gender.
Selain itu, semua peran pembangunan selalu melibatkan peran keduanya, laki-laki dan perempuan. Keduanya terlibat dalam bidang pendidikan, budaya, sosial, politik, dan teknologi, juga pertanian, kesehatan, bahkan kajian-kajian terkait dengan infrastruktur teknik dan teknologi informasi. “Semua itu dalam perspektif gender. Penelitian gender dari berbagai bidang ilmu telah menunjukkan peningkatan, baik kualitas maupun kuantitas. Jika dulu gender hanya dianggap permasalahan perempuan, tapi sekarang orang sudah mulai terbuka memahami bahwa gender adalah permasalahan kesenjangan laki-laki dan perempuan dalam pembangunan dan kini semua bidang ilmu mulai masuk untuk menelaah hal ini,” terangnya. (Humas UGM/ Agung)