YOGYAKARTA- Gencarnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disadari atau tidak, dapat berpengaruh terhadap pemahaman generasi muda mengenai budaya dan seni tradisi, termasuk budaya Jawa. Jika generasi muda, seperti pelajar dan mahasiswa, sudah tidak berminat lagi mempelajari budaya dan seni tradisi, ditakutkan keberadaan budaya akan terkikis, bahkan hilang. Sebagai salah satu cara untuk melestarikan budaya Jawa, Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara (Kamasutra) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM “gugur gunungâ€. “Gugur gunung bermakna gotong royong. Maka, kita sebagai mahasiswa Jurusan Sastra Nusantara bergotong royong bagaimana caranya untuk bisa membangun dan membesarkan Sastra Nusantara, termasuk di dalamnya budaya Jawa,†kata Ferdi Arifin, Ketua Panitia Gugur Gunung Kamasutra UGM, di sela-sela pementasan Sendratari Ramayana, Sabtu (11/12) malam, di FIB UGM. Sendratari Ramayana ini merupakan rangkaian penutup dari acara Gugur Gunung.
Ferdi menambahkan acara Gugur Gunung terdiri atas tiga kegiatan. Pertama, seminar nasional yang membahas persepsi dan interpretasi budaya Jawa dalam Perang Kembang. Kedua, Festival Gamelan. Festival ini diikuti oleh tujuh grup karawitan, yang berasal dari SD Rojoniten, Gamasutra, Gereja Swara Lare, SMP 5 Depok, SMKI Yogyakarta, Universitas Veteran Sukoharjo, dan Rumah Budaya Tembi. Ketiga, Sendratari Ramayana. “Semua diadakan di Fakultas Ilmu Budaya dan sebagai penutup, malam ini digelar Sendratari Ramayana,†terang mahasiswa Jurusan Sastra Nusantara angkatan 2008 ini.
Dalam kesempatan itu, Ferdi menjelaskan untuk festival gamelan, setiap grup bebas membawakan lagu dan alat musik. Mereka bahkan dapat memadukannya dengan alat musik modern, misalnya drum dan gitar.
Sementara itu, untuk Sendratari Ramayana, dihadirkan Grup Sendratari Bayu Bajra dari UNY. Meskipun sebelumnya hujan sempat mengguyur, antusiasme mahasiswa untuk menyaksikan pertunjukan sendratari cukup tinggi, tampak dari banyaknya mereka yang hadir dalam acara itu. (Humas UGM/Satria AN)