Banyak faktor berpengaruh terhadap rendahnya minat menulis di kalangan para akademisi. Selain adanya budaya lisan bukan tulisan, faktor lain yang berpengaruh adalah tidak adanya insentif dari universitas/ fakultas. Juga rendahnya minat para penelitian yang dilakukan para akademisi sehingga berpengaruh pada publikasi hasil penelitian.
“Rupa-rupanya perlu extra effort karena kontra prestasi tidak secepat dibanding mengajar. Namun faktor yang paling esensial terkadang para akademisi tidak tahun bagaimana caranya menulis artikel, buku dan karya ilmiah,” ungkap Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D pada Workshop “Scientific Writing in Economics and Business “Menulis Itu Mudah” di Hotel Phoenix Yogyakarta, Sabtu (11/12).
Kata Mudrajad untuk bisa mahir menulis maka yang terpenting adalah menumbuhkan motivasi untuk menulis. Dalam hal ini tentu saja dibutuhkan pemahaman akan teknik-teknik menulis. Karena seorang Maradona pun masih butuh belajar bagaimana teknik menendang bola yang efektif, dan Arswendo Atmowiloto berpandangan bahwa mengarang cerpen atau karya fiksi adalah mudah. “Sementara saya sendiri cenderung mengatakan menulis itu gampang-gampang sulit,” katanya.
Editor in Chief, Journal of Indonesiaan Economy & Business ini mengakui bahwa bagi penulis pemula menulis merupakan hal yang sulit. Meski begitu menjadi penulis tidak harus memiliki bakat, karena berbagai kesulitan dapat diatasi dengan belajar dan membangun kebiasaan. Ibarat orang merokok, jika setiap hari menghabiskan satu batang rokok maka dapat dipastikan dalam tempo satu bulan seseorang sudah menjadi perokok. “Saya memilih langsung mencebur diri ke kolam, jadi tulis dulu apa yang diketahui baru kemudian bagaimana teori menulis yang baik. Sehingga bakat hanya syarat, tapi belum mencukupi untuk dapat menulis,” ujarnya.
Menurut Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi UGM aktivitas menulis membuka dan menjanjikan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Ia mencontohkan penulis novel Harry Potter, J.K. Rawling. Dengan karya Harry Potter and The Goblet of Fire, J.K. Rawling mendapat penghasilan US$ 2,97 juta, atau sekitar 29,7 milyar rupiah. “Padahal J.K. Rawling sendiri telah menulis 7 novel Harry Potter lainnya,” tuturnya.
Oleh karena itu untuk bisa menjadi penulis best seller dibutuhkan komitmen. Agar ketrampilan, kualitas dan produktivitas terus meningkat maka para penulis perlu menyediakan waktu khusus untuk menulis. Disamping itu, ia harus disiplin dalam mengelola waktu. “Menghargai waktu dan tidak suka menunda-nunda pekerjaan sangatlah diharapkan. Karenanya para penulis harus mampu mengenali aktivitas harian dan prioritas. Sesungguhnya di perjalanan sekalipun harus bisa dipergunakan untuk menulis,” tegas penulis 30 buku ilmiah ini.
Wakil Dekan Bidang Akademik, penelitian dan pengabdian pada masyarakat FEB UGM, B.M. Purwanto, MBA., Ph.D menyambut baik penyelenggaraan workshop yang digelar Jurnal of Indonesian Economy and Business FEB UGM ini. Bahwa workshop ini menjadi kegiatan positif menumbuhkan nilai-nilai dasar seperti kejujuran dan berbagi untuk sesama. “Dua nilai ini sangat mendasari kalangan akademisi saat melakukan penelitian, bahwa melalui proses dan akurasi tinggi penelitian tersebut akhirnya bisa dinikmati oleh publik,” papar B.M. Purwanto. (Humas UGM/ Agung)