YOGYAKARTA – Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia (AEVI) berencana menyusun prosedur tetap (protap) penanganan penyelamatan ternak di daerah lokasi rawan bencana untuk diberlakukan di seluruh Indonesia. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi timbulnya korban ternak saat terjadi bencana. Menyusul banyaknya korban ternak saat terjadi bencana erupsi merapi 2010 di DIY dan Jawa Tengah. Hal itu mengemuka dalam kongres AEVI yang berlangsung 13-14 Desember 2010 di kampus FKH UGM.
Ketua Umum AEVI Prof. Dr. drh. Setyawan Budiharta menyampaikan, penyelamatan ternak selama ini kurang mendapat perhatian dalam program penanggulangan bencana nasional. Disebabkan belum adanya prosedur baku yang diberlakukan secara resmi bagi pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan bencana. “Kesiapsiagaan veteriner untuk bencana belum ada,” kata Setyawan ditemui di sela-sela kongres AEVI, Selasa (14/12).
Menurut Guru Besar FKH UGM ini, kesiapsiagaan veteriner perlu dilakukan di berbagai bencana seperti bencana tsunami, banjir bandang, gempa dan erupsi gunung api. Bahkan, prosedur penanganan penyelamatan ternak tidak hanya dilakukan pada waktu terjadinya bencana, melainkan pra bencana, saat bancana, dan pasca bencana. “Semua ini memerlukan koordinasi antar pemangku kepentingan yang terlibat,” katanya.
Diakui Setyawan, pengalaman FKH UGM dalam penanganan ternak Merapi bisa menjadi modal dasar penyusunan prosedur kesiapsiagaan veteriner dalam penanganan dan penyelamatan ternak di lokasi bencana. Untuk di pulau Jawa, penyelamatan ternak merupakan salah satu kesatuan dalam penanganan bencana. Sebab, mayoritas masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan banyak jadi peternak.
“Jangan heran, kalo sulit mengungsikan ternak dengan pemiliknya. Bila pemiliknya sudah mengungsi, pagi atau sore harinya,melihat kondisi ternaknya di rumah,” ujarnya.
Dengan adanya prosedur penyelamatan ternak maka sangat memungkinkan adanya koordinasi berbagai pihak yang berwenang untuk mengevakuasi ternak yang lokasinya dekat dengan sumber pakan serta berdampingan dengan lokasi pemiliknya.
Sementara ketua I AEVI Dr. drh. Anak Agung Gde Putra, SH menyampaikan prosedur penanganan ternak di lokasi bencana ini akan selesai dibuat pertengahan tahun depan. Rencananya, draft protap tersebut akan diusulkan pemerintah untuk dijadikan sebagai prosedur nasional. “Kita usahakan tahun depan sudah selesai,” ujar mantan kepala BPPV Regional VI Denpasar.
Kongres AEVI kali ini dibuka menghadirkan berbagai ahli epidemiologi veteriner dari seluruh Indonesia. Mereka berasal dari Balai Besar Penelitian Veteriner (BBPV), Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam bidang Kesehawtan Hewan, Balai Pengujian Mutu dan Serifikasi Obat Hewan (BPMSOH) dan Pusat Veterinaria Farma. Dalam kongres kali ini, kata Agung, juga dibahas peningkatan kompetensi epidemiolog dalam hal pemberantasan, pencegahan, pengendalian penyakit hewan menular. “Mayoritas anggota kita bekerja di lembaga pemerintah,” ungkapnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)