Penanganan perbatasan negara selama ini dinilai belum berjalan secara optimal dan kurang terpadu. Bahkan di beberapa sisi seringkali menimbulkan konflik antar berbagai pihak. Oleh karenanya penanganan kawasan perbatasan yang menjadi domain pemerintah pusat sudah saatnya diperbaiki di era otonomi daerah.
Dalam pandangan Ir. Untoro Sardjito, MM kawasan perbatasan ini masih diposisikan sebagai kawasan yang terbelakang, sehingga seringkali terjadi kasus-kasus seperti illegal loging, illegal fishing dan traficcking. “Kawasan ini biasanya hanya difungsikan sebagai sabuk keamanan, bukan sebagai gerbang negara,” papar Asisten Deputi Infrastruktur Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat, pada Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan, Badan Nasional Pengelola Perbatasan pada Workshop Gagasan Pengembangan Wilayah Perbatasan Negara, Selasa (14/12).
Masyarakat miskin di kawasan perbatasan, kata Untoro, disebabkan akumulasi berbagai faktor. Diantaranya rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM), minimnya infrastruktur fisik, sosial ekonomi dan pemerintahan. Selain itu produktivitas masyarakat juga masih sangat rendah dan belum optimal dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA).
Di daerah ini akses pelayanan publik masih sangat minim, dan berbagai akses darat dan laut kurang memadai. Demikian pula dengan sarana komunikasi masih sangat terbatas. “Sehingga orientasi masyarakat cenderung ke negara tetangga, hal inilah yang berakibat pada degradasi nasionalisme,” ungkapnya di ruang Multimedia UGM.
Oleh karena itu dalam RPJMN 2010-2014 pemerintah mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan ini dengan mengubah arah kebijakan pembangunan dari orientasi inward looking menjadi outward looking. Sehingga menjadikan kawasan perbatasan dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. “Bahwa untuk pelaksanaan pembangunan disamping menggunakan pendekatan bersifat keamanan, juga perlu melakukan pendekatan kesejahteraan dan lingkungan, terutama untuk pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian,” katanya.
Sebagai lembaga baru yang diluncurkan pada bulan September 2010, Badan Nasional Pengelola Perbatasan tentu akan mengawal semua ini. Bahkan menurut Perpres 12 tahun 2010, BNPP memang bertugas dan memiliki fungsi untuk tujuan tersebut.
Disamping menyusun dan menetapkan Rencana Induk dan Rencana Aksi Pembangunan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, BNPP juga berfungsi sebagai koordinator enetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan, pengelolaan serta pemanfaatan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. “Melakukan fasilitasi penegasan, pemeliharaan dan pengamanan batas wilayah negara, serta melakukan inventarisasi potensi sumber daya dan rekomendasi penetapan zona pengembangan ekonomi, pertahanan, sosbud, lingkungan hidup dan zona lainnya di kawasan perbatasan,” jelas Untoro.
Saat ini, menurutnya ada 12 Kecamatan Gerbang Negara yang mesti mendapat prioritas perhatian. Yaitu wilayah perbatasan di Kalimantan Barat 4 Gerbang Negara, Kalimantan Timur 2, NTT ada 3 dan Papua ada 3 Gerbang Negara. Di masing-masing daerah ini muncul berbagai masalah yang bermacam-macam, dari permasalahan kondisi sosial masyarakat hingga keamanan.
Masyarakat di daerah perbatasan ini sangat membutuhkan perhatian yang serius. Karena mereka terisolir, miskin dan membutuhkan pembangunan infrastruktur. Oleh karenanya program-program yang dicanangkan BNPP diantaranya infrastruktur fisik, infrastruktur ekonomi, kesejahteraan rakyat, sarana prasarana ekonomi, pendidikan dan kesehatan. “Itu yang menjadi prioritas, demikian pula dengan infrastruktur pemerintahan karena bidang ini yang melayani masyarakat, seperti kantor-kantor kecamatan, desa dan kelurahan,” tukasnya.
Sekretaris Eksekutif, Drs. Djoko Moerdiyanto, MA menyambut baik penyelenggaraan workshop ini. Dari workshop ini, ia berharap mendapatkan masukan dari BNPP tentang berbagai masalah yang dihadapi di wilayah perbatasan negara. “Terutama strategi apa yang akan dikembangkan, serta berbagai program yang akan dilaksanakan terutama infrastruktur penunjangnya,” katanya.
Selain Dekan dan para akademisi dari fakultas, Workshop ini dihadiri pula kalangan peneliti dan mahasiswa. (Humas UGM/ Agung)