YOGYAKARTA-Indonesia kaya akan tanaman anggrek (Famili Orchidaceae). Jumlahnya lebih dari 5000 spesies anggrek tersebar di Indonesia. Sayangnya, banyak dari jenis tanaman anggrek tersebut yang hampir atau bahkan sudah punah khususnya akibat illegal logging. Anggrek jenis vanda foetida (Sumatera Selatan) adalah salah satu contoh jenis anggrek yang hampir punah.
Kondisi ini menjadi perhatian peneliti dari Fakultas Biologi UGM. Sejak tahun 1976 Fakultas Biologi UGM serius untuk terus melakukan budidaya serta konservasi anggrek. Program serupa hingga kini juga masih dilakukan. Seperti melalui Seminar Hasil Penelitian Integrated-Collaborative Research Grant on Tropical Orchids Indonesia Managing Higher Education For Relevance and Efficiency (I-MHERE) yang berlansgung hari ini, Jumat (17/12) di Ruang Sidang Bawah, Gedung KPTU, Fakultas Biologi.
Menurut penuturan Person In Charge (PIC) program I-MHERE Project UGM, Dr. Budi S. Daryono, M.Agr.Sc untuk tahun 2010 ini UGM menerima dana hibah dari DIKTI sebesar Rp 9 milyar untuk jangka waktu tiga tahun. Dana tersebut diberikan kepada enam pihak penerima untuk melakukan research tentang anggrek. Para penerima tersebut adalah dosen dan mahasiswa S2 dan S3 dari Fakultas Biologi UGM, Fakultas Pertanian UGM, Kebun Raya Purwodadi, Universitas Lambungmangkurat, Universitas Hasanudin dan Universitas Cenderawasih.
“ Untuk tahun 2010 ini grant (hibah) mencapai sembilan milyar untuk enam penerima. Tapi tetap sebagai pusatnya adalah Fakultas Biologi UGM,†kata Budi di sela-sela Seminar Hasil Penelitian tersebut.
Budi menambahkan untuk seminar hasil penelitian ini sekaligus juga menghadirkan para pakar di bidang anggrek seperti Dr Irawati, M.Sc (Kebun Raya Bogor LIPI), Dr Didik Widyatmoko, M.Sc (Kepala Kebun Raya Cibodas LIPI) serta Dr. Ir. Aziz Purwantoro, M.Sc (Fakultas Pertanian UGM).
Dijelaskan Budi, selain disebabkan illegal logging, punahnya anggrek ini antara lain karena masyarakat juga masih minim kesadaran dan pengetahuannya dalam budidaya. Untuk itulah, pengetahuan dan edukasi terhadap budidaya anggrek penting dilakukan. Selama ini masyarakat hanya tahu bagaimana mengambil dan menjual anggrek dari alam saja.
“ Masyarakat selama ini hanya tahu bagaimana mengambil dan menjual anggrek dari alam tapi tidak tahu bagaimana budidaya dan konservasinya sehingga perlu edukasi,†imbuh Budi.
Budi menegaskan pengembangan anggrek cukup potensial dilakukan. Selain dimanfaatkan sebagai tanaman hias yang bernilai jual tinggi, anggrek saat ini juga sudah mulai dipergunakan sebagai bahan tanaman obat herbal. Disamping itu, jika pemerintah daerah di Indonesia mampu mengembangkan anggrek dengan baik maka hal itu bisa pula untuk dijadikan sebagai salah satu obyek wisata alternatif yang cukup potensial.
“ Di era otonomi daerah peran pemerintah daerah cukup penting untuk bisa mengembangkan tanaman anggrek ini misalnya untuk tempat pariwisata alternatif,†ujar Budi yang juga terkenal sebagai peneliti Gama Melon tersebut.
Ia juga mengungkapkan nantinya hasil atau out put dari Seminar Hasil Penelitian ini diupayakan bisa diterbitkan pada Jurnal Internasional atau diperbanyak dalam sebuah buku yang bisa menjadi acuan pengembangan anggrek di Indonesia (Humas UGM/Satria AN)