YOGYAKARTA-Indonesia mempunyai beragam potensi dalam sektor industri furniture, baik dalam segi sumber daya alam, manusia, maupun budaya. Produk furniture Indonesia diminati karena bahan baku yang berkualitas dan desain serta bentuknya yang beragam. Menurut peneliti pada Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM, Systa Ramania, prospek ekspor produk furniture masih menjanjikan karena masih banyak kekayaan bahan baku dan sumber daya manusia kreatif yang dapat dieksplorasi. “Dengan banyak potensi dari dalam negeri inilah diharapkan sektor industri furniture kayu dapat menjadi salah satu andalan ekspor perdagangan dalam globalisasi,†kata Systa dalam diskusi mingguan PPSD di Sekretariat PSPD UGM, Gedung Perpustakaan UGM Unit III, Lantai 3, Jumat (17/12).
Systa mengatakan globalisasi memberikan peluang integrasi ekonomi global yang dapat dimanfaatkan oleh sektor yang labor-intensif ini. Dengan peluang perdagangan global yang ditawarkan oleh globalisasi, sektor ini dapat diupayakan untuk menjadi ‘the winner’ dalam persaingan furniture kayu dunia. Namun, selain peluang, integrasi global pun disertai dengan hambatan-hambatan, seperti persaingan antarnegara produsen furniture kayu dan adanya power imbalance antara negara maju sebagai buyer dan Indonesia sebagai produsen. “Kalau bisa optimal tentu industri furniture kayu Indonesia bisa merajai dalam persaingan global,†ujarnya.
Sayangnya, strategi yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan industri furniture belum optimal. Banyak strategi yang dijalankan pemerintah kurang dapat berjalan dengan baik, misalnya adanya rente kebijakan yang cenderung mengarah pada ekonomi biaya tinggi, inefisiensi promosi dari kementerian perdagangan, bantuan teknis yang tidak tepat sasaran, dan belum adanya kebijakan pemerintah soal merk dagang ekspor. Kondisi inilah yang dirasakan oleh para pengusaha kecil dan menengah, yang membutuhkan bantuan dari pemerintah untuk merebut pasar furniture kayu global. “Hal inilah yang membuat pengusaha menganggap pemerintah belum serius dalam upayanya meningkatkan daya saing sektor industri furniture kayu,†jelas mahasiswa pascasarjana Ilmu Hubungan Internasional UGM ini.
Untuk itu, Systa mengusulkan adanya strategi yang sinergi, baik oleh pemerintah dan pelaku industri, maupun pengusaha dan asosiasi. Khusus untuk pemerintah, perlu dipikirkan adanya wood terminal, perbaikan infrastruktur, pengoptimalan IT, pengembangan desain, penegakan hukum, dan penguatan usaha sertifikasi. (Humas UGM/Satria AN)