YOGYAKARTA – Sejarawan senior, Prof. Dr. Taufik Abdullah, menyayangkan sikap Presiden SBY dan menteri-menterinya yang menyebutkan monarki bertentangan dengan demokrasi dalam menanggapi RUU Keistimewaan DIY. Menurutnya, tidak sepatutnya Presiden menyampaikan pernyataan tersebut kepada masyarakat Yogyakarta yang baru saja mendapat musibah bencana erupsi Merapi. “Timing-nya tidak tepat. Presiden tampil mempertentangkan monarki. Menteri-menteri ikut juga mempermasalahkan. Jadi, suasana sudah rusak. Kita seolah tidak lagi melihat masa depan yang lebih baik,” ujar Taufik kepada wartawan saat mengikuti sidang pleno Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama), Jumat (17/12).
Mantan Ketua LIPI ini menyampaikan pembahasaan RUU Keistimewaan DIY sebenarnya dapat dilakukan secara baik-baik dengan melihat permasalahan secara menyeluruh, tidak dengan gegabah di tengah duka yang masih merundung masyarakat DIY akibat erupsi Merapi. “Ini tradisi otoriter masih berjalan. Harusnya bahas (keistimewaan) ini semua setelah bencana selesai,” katanya.
Diakui Taufik, keistimewaan DIY harus dilihat dari perspektif sejarah mulai tahun 1945 terkait dengan peran Sri Sultan HB IX, baik sebagai raja, gubernur, dan tokoh nasional. “Sejarah sampai dengan beliau, Sri Sultan HB IX, jadi wapres, itu sangat penting,” tambahnya.
Taufik menyesalkan perbedaan sikap terhadap konsep keistimewaan DIY, apalagi hal itu disampaikan oleh presiden dan menteri. Padahal, masyarakat luar DIY yang pernah bersekolah dan berkuliah di provinsi ini justru mendukung keistimewaan. “Orang luar saja yang pernah sekolah di Yogya ingin mempertahankan keistimewaan yang ada saat ini,” ujarnya.
Taufik menjelaskan sejarah bukanlah bagian dari legitimasi, tetapi bagian dari membangun sebuah konsep masa depan. Menanggapi perbedaan pendapat antara pemerintah dan desakan masyarakat DIY tentang usulan penetapan atau pemilihan untuk posisi gubernur dan wakil gubernur DIY, Taufik pun mendukung opsi penetapan. “Karena (suasana kondusif) sudah dirusak lebih dahulu atas pernyataan Presiden dan menterinya, saya berpihak pada putusan DPRD DIY,” kata Guru Besar UGM ini.
Dalam kesempatan terpisah, Sri Sultan HB X menegaskan dirinya akan menunggu draf pembahasan RUUK yang disampaikan pemerintah kepada DPR. “Kita tunggu saja pembahasan dari DPR,” kata Sultan singkat.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan draf yang diajukan pemerintah lebih cenderung memilih opsi pemilihan, dengan tegas Sultan menjawab hal itu tidak menjadi masalah baginya dan menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme kerja di DPR. “Nggak apa-apa, nanti kan ada pembahasan dari DPR,” tukasnya.
Menurut Sultan, di DPR akan dibentuk pansus untuk membahas RUUK. Tentunya, anggota DPR akan meminta saran dan pendapat dari masyarakat Yogyakarta. “Ada tahapan pembentukan pansus, terus ke Yogya melakukan dialog,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)