YOGYAKARTA – Untuk mewujudkan kesepahaman bersama antarkomunitas umat beragama, pemuka-pemuka agama diharapkan lebih intensif melakukan kegiatan kemanusiaan bersama untuk memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan di tengah masyarakat. “Dialog tidak cukup antarpemuka agama, tetapi harus diaplikasikan dalam bentuk kegiatan kemanusiaan bersama antarumat beragama,” kata staf pengajar hukum dari University of South Carolina, Amerika Serikat, David K. Linnan, dalam diskusi buku Muslim and Christian Understanding: Theory and Application of a Common World, di Fakultas Hukum, Jumat (17/12).
Menurut David, melalui kegiatan kemanusiaan sangat mudah untuk menarik dan mengajak umat beragama yang lain untuk bekerja sama sebab kegiatan tersebut memiliki tujuan untuk membantu masyarakat yang mengalami kesusahan. “Mereka akan lebih mudah untuk memberi bantuan,” katanya.
Diakui David, konflik agama yang terjadi di tengah masyarakat global disebabkan oleh kurangnya kesepahaman bersama antarkomunitas agama sehingga menimbulkan prasangka yang tidak baik dari masing-masing pihak. Adapun dialog, lebih banyak dilakukan di tingkat pemuka dan pemimpin agama, tidak dipraktikkan di tingkat komunitas. Padahal, sumber konflik justru terjadi di tingkat komunitas. “Penting bagi mereka melakukan dialog dan melakukan proyek bersama sehingga mereka bisa melihat orang yang beragama lain sebagai hal yang biasa,” katanya.
Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI) DIY, Pdt. Dr. R.s. Humprey Kariodimejo, sependapat bahwa kebersamaan antarpemeluk agama perlu diwujudkan dalam bentuk kegiatan sosial. Ia mencontohkan kegiatan komunitas agama dalam memberikan bantuan bagi korban bencana Merapi dapat dijadikan salah satu contoh bentuk kegiatan kemanusiaan komunitas agama. Sementara untuk kegiatan dialog antaragama, ia menilai penting bagi pemuka agama untuk saling menghargai dan mendengarkan pendapat pemuka agama yang lain. (Humas UGM/Gusti Grehenson)