YOGYAKARTA – Aktivitas Merapi dan dampak yang ditimbulkannya ke masyarakat dapat memberikan inspirasi untuk menghasilkan sebuah penelitian dan pengetahuan baru. Hal itu dibuktikan dengan adanya 15 hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti UGM terkait dengan bencana Merapi. Demikian yang mengemuka dalam Lokakarya Tanggap Bencana Merapi, yang digelar Grand Palace Hotel Yogyakarta, 21-22 Desember 2010. Lokakarya yang dibuka oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dan Ketua LPPM Bidang I, Prof. Dr. Harno Dwi Pranowo, ini mempresentasikan hasil berbagai penelitian dan pengalaman yang telah dilakukan oleh pemkab di lingkungan DIY dan Jateng, BPPTK, dan peneliti UGM.
Beberapa hasil penelitian dari UGM tentang penanganan bencana Merapi meliputi kajian sebaran awan panas gunung api Merapi pascaerupsi, zonasi bahaya Merapi melalui pendekatan geomorfologi tanah, kajian kerusakan infrastruktur transportasi pascaerupsi, kajian struktur sosial masyarakat pascaletusan, daya dukung lahan pascaletusan untuk kegiatan agro dan perikanan, kajian tata ruang wilayah berbasis analisis risiko gunung api, dan strategi pembangkitan ekonomi masyarakat pascabencana Merapi.
Selanjutnya, strategi penanggulangan penyakit terkait dengan kerusakan lingkungan akibat letusan, pemodelan dinamika gunung api Merapi pascaletusan 2010, evaluasi kegiatan tanggap darurat, perencanaan dan pemodelan evakuasi krisis gunung api Merapi, strategi penanganan ternak pada saat tanggap darurat, penanganan trauma bencana, identifikasi job need assesment masyarakat pengungsi yang terkena dampak erupsi Merapi dan studi kerusakan dusun dampak erupsi Merapi sebagai dasar perencanaan perancangan hunian antara dan strategi pelestarian.
Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., mengatakan aktivitas Merapi dan dampak yang ditimbulkannya merupakan ‘laboratorium alam’ yang dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan bagi masyarakat dunia. Oleh karena itu, gagasan dan pengalaman dalam membantu menangani dampak bencana Merapi dapat dirangkum sebagai modal dasar untuk membuat perencanaan dan implementasi program yang baik di masa mendatang. “Dari pengalaman dan gagasan itu, nantinya kita bisa melakukan penanganan secara cepat seperti apa bila sewaktu-waktu terjadi letusan,” kata Sudjarwadi, Selasa (21/12).
Sudjarwadi mengatakan UGM merupakan salah satu partisipan yang ikut membantu menangani bencana Merapi. Kendati demikian, UGM tetap mengutamakan kecerdasan kolektif sebagai salah satu fondasi untuk membagun pemahaman bersama. “Tiap orang punya gagasan dan pengalaman masing-masing apabila semua itu dikomunikasikan dan dikombinasikan maka akan hasilkan sebuah pengetahuan,” ujarnya.
Menurut Sudjarwadi, hikmah yang dapat dipetik pascaerupsi Merapi November lalu, setidaknya telah meningkatkan semangat bagi warga dan lembaga terkait yang berada di Yogyakarta untuk menciptakan inspirasi tentang pengalaman bersama dalam menangani dampak bencana. “Pengalaman ini bisa ditularkan bagi masyarakat lain di dunia,” ujarnya.
Ketua Bidang I LPPM UGM, Prof. Dr. Harno Dwi Pranowo, menyampaikan workshop yang diadakan selama dua hari ini akan memaparkan berbagai hasil pengalaman masyarakat dan lembaga pemerintah yang ikut terjun langsung membantu masyarakat. Lalu, di hari kedua akan mempresentasikan hasil penelitian dari peneliti UGM. “Dari hasil ini perlu dipikirkan model penanganan tanggap darurat untuk penanganan bencana Merapi yang lebih baik,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)