YOGYAKARTA – Sebanyak 100 pakar dari berbagai negara membahas kebangkitan agama di kawasan Asia Tenggara dalam 15 tahun terakhir. Beberapa pakar berasal dari Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Belanda, Amerika, dan Australia. Para pakar tersebut akan berdiskusi dalam “International Conference and Research on the Resurgence of Religions in Southeast Asia, 1997-2011” pada 5-8 Januari di Yogyakarta.
Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dalam pidato sambutannya yang dibacakan oleh Sekretaris Eksekutif, Drs. Djoko Moerdiyanto, M.A., mengatakan melalui konferensi ini UGM dapat berkontribusi dalam upaya memberikan solusi terhadap berbagai isu global, termasuk konflik keagamaan. Menurutnya, UGM akan selalu dan terus memberikan solusi terbaik, independen, dan bermartabat bagi permasalahan dunia. “UGM tetap berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan negara dan dunia,” kata Sudjarwadi dalam pembukaan konferensi di Omah Dhuwur, Kotagede, Selasa (4/1) malam.
Ia berharap hasil konferensi ini mampu memberikan solusi bagi berbagai semua isu global. “Saya mengundang semua peserta untuk bersama memetakan masalah dalam rangka memberikan manfaat bagi masyarakat luas dan kemanusiaan,” ujarnya.
Sudjarwadi juga menyampaikan apresiasi kepada organisasi yang mendukung konferensi ini, antara lain, Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS-Yogya), Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) UGM, Prince Alwaleed bin Talal Center for Muslim-Christian Understanding (ACMCU) of Georgetown University dan Institute on Culture, Religion and World Affairs (ICRWA) of Boston University.
Dr. Bernard Ademirisakota dari University of California Los Angeles (UCLA) mengatakan faktor keagamaan di kawasan Asia Tenggara cukup signifikan mempengaruhi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Menurutnya, agama dan masyarakat saling mempengaruhi, agama mampu mengubah cara hidup masyarakat. Sebaliknya, masyarakat pun dapat mengubah cara pandang orang terhadap agama. “Apa yang terjadi dalam 15 tahun terakhir ini tidak terlepas dari pengalaman ratusan tahun yang lalu,” katanya.
Direktur ICRS, Dr. Siti Syamsiyatun, mengungkapkan isu-isu keagamaan saat ini muncul dengan deras dalam berbagai bentuk kehidupan masyarakat, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Hal itu dibuktikan dengan lahirnya partai-partai politik berbasis agama, rumah zakat, dan perbankan syariah di Indonesia. Di Malaysia, muncul partai Islam yang membawa keterbukaan berdemokrasi. Di Filipina, muncul partai yang berafilisiasi dengan agama Kristen untuk meraih suara dalam pemilu. “Di Thailand, idealisme Budhisme cukup kental mempengaruhi kehidupan masyarakat,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)