MAGELANG-Banjir lahar dingin Merapi masih berpotensi besar mengancam masyarakat, khususnya di sepanjang Kali Putih, Magelang, Jawa Tengah, pascabanjir yang terjadi Senin (3/1) malam lalu. Hal ini didasarkan atas beberapa alasan, di antaranya curah hujan di puncak Merapi yang masih rendah sebagaimana informasi dari pos pengamatan Babadan dan kondisi dam sungai-sungai sepanjang aliran Gunung Merapi yang telah tertutup material vulkanik.
Menumpuknya material vulkanik Merapi tersebut disebabkan jalur beberapa sungai di bawah Gunung Merapi, seperti Kali Blongkeng, Batang, dan Lamat, dibendung dan dijadikan satu menuju dam Kali Putih. Akibatnya, ketika hujan deras terjadi, luapan lahar dingin Merapi hanya melalui Kali Putih sehingga sungai tersebut tidak mampu menampungnya secara optimal. “Dengan kondisi itu, maka potensi banjir lahar dingin Merapi yang membawa material lebih besar masih mengancam warga, khususnya di sepanjang Kali Putih,†terang vulkanolog dari Jurusan Teknik Geologi UGM, Ir. Bambang Widjaja Hariadi, ketika melakukan pemantauan di Kali Putih, Salam, Magelang, Selasa (4/1). Bambang melakukan pemantauan lokasi bersama dengan Ketua Jurusan Teknik Geologi UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D.
Bambang menambahkan proses pengerukan material vulkanik Merapi di sekitar dam Kali Putih bagian hulu dinilai cukup riskan. Hasil pengerukan material, terutama pasir, hanya diletakkan dekat dengan alur sungai sehingga ketika hujan deras akan terkikis dan terbawa oleh air. Akibatnya, hasil pengerukan itu akan memperbesar jumlah material vulkanik yang terbawa aliran air sungai. Bambang juga yakin material vulkanik yang menimbulkan banjir kemarin bukan merupakan hasil erupsi 2010 lalu, melainkan tahun 2006. “Memang benar dikeruk, tapi jangan diletakkan di dekat aliran sungai. Kalau hujan deras terjadi justru akan terkikis lagi sehingga menambah besar jumlah material yang akan terbawa nantinya,†imbuh Bambang.
Sementara itu, Dwikorita dalam kesempatan itu juga melihat fungsi ultrasonik sebagai alat pemantau getaran suara datangnya banjir lahar dingin kurang pas pemasangannya. Alat tersebut dipasang terlalu tinggi dari alur sungai sehingga agak terlambat memberi tanda ketika banjir datang. “Kalau saya lihat memang agak tinggi. Seharusnya dipasang agak di bawah dekat sungai meski agak riskan terbawa banjir,†ujar Dwikorita.
Baik Dwikorita maupun Bambang juga sepakat dapat dilakukan beberapa antisipasi untuk mengurangi dampak lebih besar dari luapan banjir lahar dingin Merapi dalam waktu dekat ini. Beberapa langkah terdekat yang dapat dilakukan, antara lain, dengan membuka kembali beberapa dam sungai yang ditutup seperti Kali Blongkeng, Lamat, dan Batang. Dengan demikian, beberapa aliran sungai tersebut tidak lagi menjadi satu di hulu Kali Putih saja.
Selain membuka beberapa jalur sungai yang ditutup, optimalisasi sistem peringatan dini (early warning system) perlu dibenahi agar lebih baik. Di samping itu, warga perlu direlokasi sementara ketika banjir lahar dingin akan terjadi. “Kalau perbaikan infrastruktur mungkin waktunya agak lama, maka warga perlu direlokasi sementara jika banjir mau datang. Selain itu, pembagian leaflet dan pamflet bahaya banjir lahar dingin perlu terus digalakkan,†kata Dwikorita.
Proses pemantauan yang dilakukan para ahli geologi UGM ini selain dilakukan di hilir Kali Putih juga dilakukan di daerah Talun yang merupakan pertemuan arus Sungai Pabelan dan Senowo hingga pos pengamatan Gunung Merapi di Babadan, Dukun, untuk mengetahui curah hujan di puncak Merapi.
Dari pemantauan di lokasi kemarin, masih sempat terlihat proses pengerukan material vulkanik Merapi berupa pasir maupun batu yang menutup jalan raya Yogyakarta-Semarang di Desa Jumoyo. Rumah-rumah warga juga tampak rusak, bahkan tidak sedikit yang tertimbun pasir serta lumpur hingga lima meter lebih.
Dampak banjir lahar dingin yang terjadi hari Senin (3/1) lalu memang diakui warga cukup besar dibandingkan dengan banjir sebelumnya, 8 Desember 2010. Selain mengakibatkan rumah maupun rumah toko (ruko) rusak, ribuan warga mengungsi, beberapa kolam ikan milik warga pun tak luput menjadi sasaran banjir lahar dingin. Seperti penuturan Sunarjo (61) warga Jumoyo yang mengaku rugi hingga 18 juta rupiah lebih. Sunarjo mengalami kerugian karena tiga kolam pemancingan ikan yang dimilikinya ludes terkena banjir. “Ada dua tempat pemancingan dan satu kolam penampungan ikan saya yang ludes diterjang banjir kemarin. Kalau dihitung-hitung ya kerugian bisa mencapai 18 juta rupiah lebih, Mas,†kata Sunarjo.
Seperti diketahui, banjir lahar dingin di Kali Putih, Senin malam lalu mengakibatkan lebih dari 50 rumah rusak dan ribuan warga mengungsi. Ratusan sawah dan tegalan di sekitarnya rusak dan tergerus. Sebelum dibuka hari Selasa siang, jalan raya Yogyakarta-Semarang di Desa Jumoyo sempat ditutup karena dipenuhi pasir dan batu hingga jarak 300 meter dan ketinggian sekitar 2 meter. (Humas UGM/Satria AN)