YOGYAKARTA-Meningkatnya tingkat melek huruf masyarakat tidak dapat menjadi satu-satunya acuan dan bukti bahwa suatu bangsa maju pendidikannya. Peningkatan tingkat melek huruf masyarakat hanya dapat digunakan untuk fondasi agar pendidikan dan kecerdasan masyarakat sebuah bangsa semakin berkembang. Dengan demikian, proses perubahan masyarakat melalui pendidikan harus terus didorong. Salah satu proses perubahan yang dapat dilakukan adalah dengan terus menambah jumlah anak-anak yang dapat mengenyam bangku sekolah.
“Tingkat melek huruf masyarakat Indonesia di tahun 2010 kemarin mencapai 92%. Itu belum cukup dan hanya menjadi fondasi agar pendidikan di Indonesia maju dan terus meningkat,†kata pendiri Gerakan Indonesia Mengajar, Anies Baswedan, dalam Roadshow Indonesia Mengajar, “Setahun Mengajar, Seumur Hidup Menginspirasi†yang digelar di University Club (UC) UGM, Selasa (11/1).
Anies menambahkan agar masyarakat dapat terus mengenyam pendidikan, akses pendidikan harus semakin dibuka dan dipermudah. Sayang, selama ini pemerintah sering melupakan nasib anak-anak yang belum dapat mengenyam bangku sekolah. Pemerintah, misalnya, lebih banyak berfokus pada berapa banyak anak-anak yang sudah tuntas lulus kuliah. “Jumlah mahasiswa di Indonesia tahun 2009, misalnya, mencapai 4,1 juta, tapi yang sering dilupakan itu adalah anak-anak dan pemuda yang belum bisa masuk sekolah,†tutur Rektor Universitas Paramadina ini.
Akses pendidikan yang masih terkendala ini, antara lain, dapat dilihat dari sekolah-sekolah yang masih kekurangan guru. Ia mencontohkan kekurangan guru di sekolah di kota mencapai 21%, sekolah di desa 37%, sekolah di daerah terpencil 66%, dan sekolah di seluruh Indonesia hingga 34%. Selain masalah kuantitas, kualitas guru pun masih dipertanyakan. Anies bahkan sempat menyebut sekitar 78% guru di Indonesia tidak berkompeten untuk mengajar di tingkat sekolah dasar (SD).
Melihat beberapa persoalan pendidikan, terutama untuk mengisi kekurangan guru berkualitas di tingkat SD di daerah terpencil, sejak Juni 2010 melalui Gerakan Indonesia Mengajar, dibuka peluang bagi para sarjana terbaik dan berprestasi dari berbagai disiplin ilmu untuk mengajar selama satu tahun di daerah terpencil. “Untuk sementara ini, daerah terpencil itu meliputi Bengkalis, Tulangbawang, Halmahera Selatan, Paser, dan Majene. Nantinya, tentu akan berkembang lagi daerah terpencil yang akan dijadikan lokasi mengajar,†ujar alumnus Fakultas Ekonomi UGM ini.
Indonesia Mengajar diakui Anies terinspirasi dari kegiatan Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM) yang dipelopori oleh mantan Rektor UGM (alm.) Prof. Koesnadi Hardjasoemantri di tahun 1950. Gerakan Indonesia Mengajar pada 2010 lalu telah memberangkatkan 51 tenaga pengajar muda di lima daerah terpencil tersebut. Jumlah tenaga pengajar ini berasal dari proses seleksi 1.383 orang sarjana. Sementara untuk tahun 2011, Indonesia Mengajar merencanakan mengirim 200 pengajar muda melalui dua gelombang. “Nanti yang terpilih akan dilatih selama tujuh minggu sejak akhir April nanti dan dikirim bertugas bulan Juni 2011,†tutur Anies di hadapan ratusan mahasiswa.
Menanggapi presentasi yang disampaikan Anies Baswedan, para mahasiswa dan sarjana yang baru saja lulus (fresh graduate) mengaku tertarik untuk dapat mengikuti program itu. Nur Agis Aulia, mahasiswa Jurusan Ilmu Sosiatri UGM, mengaku tertarik untuk mengajar di Papua. Keinginannya itu juga terinspirasi ketika kakak angkatannya juga telah mengikuti program Indonesia Mengajar. “Saya justru tertarik dan tertantang mengajar di Papua, Mas,†kata Agis.
Diakui Agis bahwa menjadi guru, selama ini memang menjadi cita-citanya. Apalagi, cita-cita itu didukung pula oleh orang tuanya. “Yang penting, bisa bagi-bagi ilmu meskipun di daerah terpencil sekalipun,†terang mahasiswa asal Serang ini.
Sementara itu, Lutfi Yudi, alumnus Fakultas Hukum UMY, mengaku cukup tertarik dengan presentasi yang diberikan mengenai Indonesia Mengajar. Sarjana asal Papua tersebut juga mengaku ingin mengaplikasikan ilmunya melalui Indonesia Mengajar. “Meskipun sarjana hukum, saya juga ingin mengajar. Aplikasi ilmu hukum kan bisa saja nanti mengajar tentang pendidikan kewarganegaraan,†kata Lutfi. (Humas UGM/Satria AN)