Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum (FH) UGM menilai tahun 2010 sebagai tahun tanpa makna terkait dengan upaya pemberantasan korupsi, tidak terdapat kemajuan yang patut dibanggakan. “Tahun 2010 merupakan tahun tanpa makna. Tren pemberantasan koruposi mengalami stagnasi, nyaris tidak ada kemajuan yang bisa dibanggakan,†kata Peneliti Pukat UGM, Hifdzil Alim, Selasa (11/1).
Sederet peristiwa hukum yang masih saja terjadi pada 2010 silam, seperti skandal Bank Century, penemuan sel mewah Artalyta Suryani, tersanderanya KPK, hingga makelar kasus Gayus Tambunan, merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam pemberantasan korupsi. “Tidak adanya prestasi yang mampu ditunjukkan pemerintah dalam pemberantasan korupsi menjadi bukti kuat kegagalan negara dalam upaya memberantas tindak korupsi,†jelas Hifdzil Alim.
Hifdzil Alim mengatakan selama ini tidak ada kebijakan pemerintah yang bersifat pro terhadap upaya pemberantasan korupsi. Berbagai kebijakan yang ada tidak mampu memberikan efek apapun terhadap upaya penegakan hukum terkait dengan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Pukat FH UGM, Zainal Arifin Mochtar, S.H., L.L.M., menyebutkan tindak korupsi yang terjadi pada 2010 lalu masih memperlihatkan pola kecenderungan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Begitu juga untuk tahun 2011 juga akan menunjukkan kecenderungan yang masih serupa. Namun demikian, pada tahun ini akan menjadi sangat mengkhawatirkan. “Walapun sama bahayanya dengan tahun 2010, tetapi pada 2011 kondisinya bisa lebih mengkhawatirkan seperti fenomena gunung es. Di tahun 2011, akan banyak timbunan kasus baru yang merupakan akumulasi dari tahun-tahun sebelumnya yang belum sempat terselesaikan,†terang Zainal.
Tahun 2011, menurut Zainal, masih akan menjadi tahun yang penuh tantangan karena banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, seperti proses hukum kasus korupsi, agenda rutin pemberantasan korupsi, dan pembahasan sejumlah regulasi di bidang hukum dan politik.
Dikatakan Zainal, dibutuhkan sebuah terobosan baru guna memberantas korupsi. Terobosan itu adalah dengan melakukan intervensi penegakan hukum. “Selama ini, di Indonesia belum ada upaya yang luar biasa yang dilakukan aparat penegak hulum,†ujarnya.
Laporan Pukat FH UGM mengenai tren pemberantasan korupsi tahun 2010 memperlihatkan adanya konsistensi aktor korupsi sepanjang tahun 2010. Hal ini tergambar dari posisi tiga besar pelaku korupsi yang selalu didominasi kalangan pejabat daerah, legislator, dan swasta. Konsistensi ketiga aktor tersebut menunjukkan korupsi selalu dilakukan oleh mereka yang memiliki kuasa dan wewenang.
Selanjutnya, dari segi modus korupsi, memperkaya diri atau orang lain tercatat sebagai modus korupsi yang paling banyak terjadi. Meskipun terbilang konvensional, modus tersebut tetap menjadi “favorit†bagi pelaku tindak pidana korupsi. Sementara dari sektor korupsi, pengadaan barang dan jasa tercatat sebagai yang teratas sepanjang tahun 2010. Melihat kondisi tersebut, terlihat tidak adanya upaya luar biasa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam mencegah korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa. Masih terjadinya korupsi di sektor ini membuktikan masih suburnya praktik kongkalikong antarpejabat yang berkuasa dengan pelaku swasta.
Kerugian negara akibat korupsi juga sangat besar. Berdasarkan data TCR I-IV tahun 2010, kerugian negara pada kisaran 1-10 miliar rupiah. Hal tersebut menunjukkan dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi, terutama penyelamatan uang negara, angkanya masih jauh dibandingkan dengan total kerugian negara. (Humas UGM/Ika)