Ubi kayu adalah komoditi pertanian yang diperdagangkan di pasar dunia. Sejak pertengahan tahun 80-an, tingkat kompetisi ubi kayu Indonesia di pasar dunia meningkat. Ubi kayu Indonesia diekspor ke China (67%), Taiwan (9%), Malaysia (8%), Jepang (6%), dan ke negara lain (10%).
Demikian yang disampaikan oleh staf pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Bengkulu, Dr. Putri Suci Asriani, S.P., M.P., Jumat (7/1) dalam diskusi mingguan Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM.
Dalam diskusi bertema “Perdagangan Ubi Kayu Indonesia di Pasar Dunia”, Putri Suci melakukan analisis secara deskriptif menggunakan data-data kualitiatif melalui sumber-sumber pustaka. Dikatakannya bahwa meskipun dikenal sebagai produsen, Indonesia menduduki posisi importir terbesar ketiga setelah China dan Jepang. “Kita ketahui bahwa di pasar dunia, ubi kayu diperdagangkan dalam bentuk ubi kayu kering, cassava dried, dan pati ubi kayu, cassava starch atau tapioka,” katanya.
Menurut Putri, ubi kayu jarang diperdagangkan secara formal, kecuali di Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Untuk itu, produsen pati ubi kayu diharapkan mampu menemukan banyak alternatif pengembangan dan pemasaran produk di pasaran domestik dan ekspor. Bagaimanapun, kebijakan perdagangan terkait dengan perdagangan ubi kayu pada masa mendatang sangat bergantung pada faktor kelembagaan, khususnya yang diimplementasikan oleh negara-negara importir lainnya.
Diharapkan pula banyak pihak melakukan promosi di tingkat regional, meliputi pengembangan proses pengolahan lokal, penetapan sistem informasi pasar, dan promosi jangkauan pasar baru dengan spesialisasi produk. Di samping itu, untuk pengembangan industri pengolahan ubi kayu perlu diarahkan mendekati wilayah pusat produksi. “Karenanya diperlukan beberapa pendekatan model pemasaran ubi kayu,” pungkas Putri Suci. (Humas UGM/ Agung)