Audit energi sangat penting untuk dilakukan bagi pengguna energi skala besar, dengan konsumsi di atas 6000 ton minyak per tahun, sebagai upaya konservasi untuk mencegah terjadinya krisis energi. Melalui mekanisme audit energi secara periodik dapat diketahui pemborosan energi yang terjadi. Kegiatan audit energi juga telah dilakukan oleh sebagian perusahaan di Indonesia. Namun sayang, auditor energi yang ada di Indonesia sampai saat ini belum ada yang tersertifikasi.
“Sebagian perusahaan di Indonesia memang telah ada yang melakukan audit energi, sayangnya auditor energi yang mengaudit belum tersertifikasi/terakreditasi. Padahal, sertifikat atau lisensi yang menunjukkan kompetensi seorang auditor energi sangatlah penting,†terang Prof. Dr. Harwin Saptoadi, peneliti Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Senin (17/1), saat jumpa pers di PSE UGM.
Menurut Harwin, dengan adanya akreditasi yang dimiliki auditor energi akan meningkatkan keyakinan terhadap hasil-hasil audit energi. Risiko kesalahan dalam proses audit energi pun mampu diminimalisasi. “Adanya akreditasi bagi auditor energi juga bisa membangun kredibilitas bagi lembaga audit energi,†jelasnya.
Harwin menyebutkan akreditasi juga mampu menekan biaya energi akibat produksi yang tidak teraudit dengan benar. “Dengan audit bisa diketahui mesin-mesin/alat mana yang bersifat boros energi. Dengan begitu, alat yang diketahui boros bisa ditekan konsumsi energinya,†katanya. Dengan adanya akreditasi yang dimiliki, auditor energi dapat memperoleh pengakuan internasional dan kesempatan untuk berkiprah di luar negeri.
Ditambahkan Kepala PSE UGM, Prof. Dr. Jumina, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 ditegaskan bahwa semua institusi yang mengonsumsi energi skala besar wajib melakukan upaya efisiensi energi, semisal dengan cara menunjuk manajer energi, mengimplementasikan program-program konservasi energi, melakukan audit energi secar periodik, dan mengimplementasikan rekomendasi hasil audit tersebut. Audit ini harus dilakukan oleh auditor yang tersertifikasi. Namun sayang, auditor energi di Indonesia belum ada yang tersertifikasi.
Belum adanya auditor energi yang tersertifikasi, menurut Jumina, terjadi karena tidak adanya skema sertifikasi auditor energi yang dilakukan pemerintah. Kenyataan tersebut sangat bertolak belakang dengan fenomena di negara-negara maju tempat program-program sertifikasi auditor energi telah melembaga sebagai auditor keuangan dan auditor lingkungan.
Berdasar atas kenyataan tersebut, Pusat Studi Energi UGM berencana menggelar workshop bertajuk “Audit Energi dan Skema Sertifikasi untuk Auditor Energiâ€, Selasa (18/1), di University Club (UC) UGM. Kegiatan ini diadakan atas kerja sama PSE UGM dengan Danish International Development Agency (DANIDA), Energy Efficiency in Industrial, Commercial, and Public Sector (EINCOPS), dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Workshop akan membahas berbagai aspek praktis konservasi energi dan metodologi sederhana untuk memperkirakan pemborosan energi. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam bidang konservasi energi, baik di sektor industri maupun bangunan komersial. Dengan workshop tersebut diharapkan peserta mampu mengidentifikasi upaya-upaya konservasi energi pada proses, sistem, dan peralatan dengan lebih baik sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan.
Workshop juga diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan pemahaman pada seluruh praktisi energi terhadap konservasi dan efisiensi, khususnya di kalangan industri pengguna energi skala besar. (Humas UGM/Ika)