YOGYAKARTA- Angka penderita tuberculosis (TB) di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Meskipun demikian, masih banyak kendala dalam pemberantasan TB baik global maupun nasional seperti strain Mycobacterium tuberculosis resisten multi obat (MDR). Menurut Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2M) Direktorat Jenderal P2PL Kemenkes, Dr H.M.Shubuh, MPPM, peringkat Indonesia turun dari tiga menjadi lima terkait angka penderita TB. Indonesia berada di peringkat ke lima setelah India, China, Nigeria dan Afrika Selatan.
Data tersebut sekaligus menegaskan bahwa Indonesia juga masih masuk dalam 22 negara yang memiliki beban tinggi angka penderita TB nya dengan 222 penderita dari seratus ribu penduduk. Tahun 2014 Indonesia mentarget jumlah penderita TB bisa turun lagi menjadi 180 dari seratus ribu penduduk.
“ Dulu kita masih sempat di peringkat ke tiga, tapi kemudian turun di peringkat ke lima setelah India, China, Nigeria dan Afrika Selatan,†papar Shubuh dalam peresmian pembangunan laboratorium TB Bagian Mikrobiologi FK UGM, Selasa (18/1).
Shubuh menambahkan turunnya peringkat penderita TB di Indonesia dikarenakan program-program yang dilakukan oleh Kemenkes berjalan cukup baik. Program yang dimaksud meliputi promosi, pelayanan pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi. Shubuh mencontohkan komitmen pemerintah terhadap penderita TB tersebut dengan menggratiskan pemberian obat dan pemeriksaan hingga tingkat puskesmas.
“ Itu sudah komitmen pemerintah bagaimana meningkatkan kualitas hidup bagi penderita TBC,†imbuhnya.
Sementara terkait laboratorium TB Mikrobiologi, Dekan Fk UGM Prof dr Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D, didampingi penanggungjawab laboratorium Dra Ning Rintiswati, M.Kes menjelaskan rehabilitasi dan renovasi gedung laboratorium dimulai sejak April sampai Desember 2010 lalu. Renovasi dan rehabilitasi laboratorium TB tersebut menelan dana sekitar Rp 5 milyar, meliputi renovasi gedung, peralatan laboratorium dan bahan habis pakai, dan training petugas laboratorium.
“ Ini juga tidak lepas dari bantuan USAID melalui proyek TBCAP dan konsultasi dengan Kemenkes,†tegas Ghufron.
Keberadaan laboratorium TB Mikrobiologi di Indonesia jumlahnya masih sedikit. Laboratorium ini sudah ada di Surabaya, Bandung, Jakarta dan Makasar. Nantinya, laboratorium TB FK UGM diharapkan bisa menjadi pusat rujukan dari rumah sakit di wilayah DIY-Jawa Tengah. Dengan peralatan yang cukup canggih, laboratorium ini setidaknya bisa mendeteksi bakteri TB yang masih resisten.
“ 90% peralatannya baru dan cukup canggih. Fasilitasnya aman untuk petugas maupun lingkungan. Di sini bakteri yang resisten bisa dideteksi dan segera ditangani,†ujar Ning Rintiswati.
Sehubungan dengan peresmian laboratorium TB Mikrobiologi FK UGM, Rektor UGM Prof Ir Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D melalui Sekretaris Eksekutif Drs Djoko Moerdiyanto, MA., berharap agar laboratorium ini bisa menjadi model bagi pengembangan laboratorium lain baik skala regional maupun nasional. Selain memberikan keuntungan, keberadaan laboratorium TB Mikrobiologi FK UGM juga akan mampu berkontribusi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh.
“ Laboratorium ini diharapkan bisa berkembang dan menjadi contoh pengembangan laboratorium sejenis baik skala regional maupun nasional,†kata Djoko.
Acara yang dihadiri oleh Country Representative Officer KNCV Christian Smith serta perwakilan USAID Indonesia Kendra Chittenden itu kemudian dilanjutkan dengan serah terima kunci laboratorium dari pihak USAID kepada FK UGM. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan meninjau lokasi laboratorium (Humas UGM/Satria AN)