YOGYAKARTA- Baru-baru ini, masyarakat, khususnya di Yogyakarta, dikejutkan dengan ditemukannya crop circle atau lingkaran tanaman di kawasan persawahan Gunung Suru, Jogotirto, Sleman. Lingkaran tanaman di ladang tersebut diyakini sebagai kejadian yang pertama di Indonesia meskipun fenomena tersebut pernah terjadi beberapa kali di Inggris, dimulai pada pertengahan tahun 1970.
Menurut dosen yang juga peneliti dari Laboratorium Genetika Fakultas Biologi UGM, Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc., munculnya fenomena lingkaran tanaman (crop circle), yang oleh para cerealogis istilah tersebut kemudian dikembangkan menjadi agrilif, sering dikaitkan dengan isu keberadaan Unidentified Flying Object (UFO) atau makhluk luar angkasa. Dalam cabang ilmu biologi, ini dinamakan exobiologi atau biologi antariksa (bioantariksa). “Bioantariksa lahir pada awal tahun 60-an dan merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai keberadaan makhluk hidup dan kehidupan pada planet-planet lain di luar bumi serta mempelajari ekosistem awal dari suatu tahapan kehidupan prebiotik dalam evolusi kimia yang terjadi pada planet-planet di luar bumi,†terang Budi Daryono, Rabu (26/1).
Pada awalnya, jangkauan penelitian bioantariksa lebih banyak dipusatkan pada permasalahan-permasalahan kehidupan manusia (astronot dan kosmonot) di dalam pesawat antariksa, seperti permasalahan penemuan dan pengendalian pencemaran air serta udara yang timbul pada saat melakukan penerbangan, kuantitas, dan kualitas nutrisi makanan bagi astronot atau kosmonot.
Akan tetapi, pada dekade selanjutnya permasalahan-permasalahan tersebut sedikit demi sedikit telah teratasi dengan menggabungkan chemoregenerasi mekanik dan sistem-sistem bioregeneratif. Sistem bioregeneratif ini meliputi sistem fotosintetik alga, chemosintetik bakteri, dan mikro ekosistem multispesies. “Melalui sistem chemoregeneratif mekanik yang kompleks kini telah mampu meremajakan gas-gas dan air serta mampu membuang limbah maupun gas-gas beracun lainnya,†kata Budi.
Imajinasi tentang bioantariksa dapat menjadi kenyataan apabila memenuhi kaidah-kaidah biologi. Di dalam biologi, sesuatu dapat dikatagorikan makhluk hidup apabila memenuhi beberapa persyaratan, antara lain, mampu melaksanakan metabolisme, dapat tumbuh dan berkembang, bereproduksi, memiliki iritabilitas, mengalami evolusi, dan membentuk organisasi. Di samping itu, harus didukung juga oleh faktor-faktor lain yang sangat vital bagi kehidupan, seperti tersedianya air, oksigen, sinar matahari, dan unsur-unsur kimia, termasuk mineral dan atmosfer yang akan menopang terciptanya suatu kehidupan. “Sehubungan adanya dugaan yang kuat bahwa makhluk hidup (bakteri) berperan dalam reaksi penyusunan mineral, maka salah satu planet di luar bumi yang selama ini dinilai memiliki kehidupan adalah Mars,†terangnya.
Hanya saja, secara fisik kondisi planet Mars pada saat ini sangat ekstrim untuk aktivitas suatu kehidupan karena atmosfernya sangat tipis, hampir 1/200 atmosfer bumi, dan sebagian besar mengandung karbondioksida. Selain itu, tidak adanya lapisan ozon menyebabkan sinar UV yang berbahaya bagi kehidupan sampai ke permukaannya, rendahnya suhu permukaan (-173 sampai 17 derajat Celcius), dan tekanan udara yang rendah menyebabkan air tidak terdapat dalam bentuk cair.
Budi mengatakan saat ini melalui pengembangan Terraforming (membentuk bumi), teknologi Chemoregenerasi mekanik dan sistem-sistem bioregeneratif barangkali dapat dikembangkan suatu ekosistem baru untuk menopang kehidupan dan kesejahteraan umat manusia di ruang angkasa pada dekade-dekade yang akan datang.
Perlu juga diperhatikan, dengan semakin meningkatnya intensitas eksplorasi ruang angkasa, tentunya harus berhati-hati terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi silang yang dapat muncul akibat misi bolak-balik pesawat antariksa. Suatu mikroorganisme, misalnya bakteri atau virus, yang berasal dari planet lain dapat masuk ke bumi melalui perantaraan pesawat antariksa kemudian hidup dan berkembang biak serta menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem bumi. Demikian pula sebaliknya, mikroorganisme dari bumi mungkin saja dapat menghancurkan sistem-sistem kehidupan yang lebih sederhana di planet-planet lain.
Untuk itu, langkah dan upaya pencegahan terhadap timbulnya kontaminasi silang di antara dua biosfer harus menjadi bahan pertimbangan. “Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya kontaminasi silang tersebut dapat dilakukan dengan cara sterilisasi pesawat antariksa, astronot dan kosmonot, maupun perlengkapan lainnya, mutlak dilakukan baik sebelum dan setelah perjalanan ke ruang angkasa, demi mencegah ketidakstabilan biosfer di semesta alam,†pungkas Budi. (Humas UGM/Satria AN)