YOGYAKARTA – Avian influenza (AI) merupakan salah satu wabah penyakit hewan menular yang menimbulkan dampak ekonomi yang sangat luar biasa. Banyak yang meyakini bahwa penyebab infeksi flu burung pada manusia adalah unggas walaupun penularannya tidak diketahui secara pasti. Hingga kini, belum ditemukan metode diagnosis yang cepat dan akurat untuk deteksi virus ini di lapangan agar pencegahan penularannya ke manusia dapat segera dilakukan.
Sampai saat ini, terdapat lima uji laboratorik yang dapat digunakan untuk diagnosis infeksi oleh virus avian influenza. Pertama, uji identifikasi agen dengan metode isolasi dan identifikasi virus pada telur ayam bertunas. Berikutnya, uji patogenitas ialah uji intra venous pathogenicity index (IVPI) pada ayam umur 4 minggu. Kemudian, uji serologis untuk mendeteksi adanya antibodi dalam darah unggas. Selanjutnya, uji deteksi antigen menggunakan rapid test kit komersial, dan terakhir, uji molekuler untuk mendeteksi RNA.
Baru-baru ini, drh. Gesit Tjahyowati, M.Sc., salah satu staf peneliti di Balai Besar Veteriner Yogyakarta, berhasil mengembangkan uji imunohistokimia sebagai uji diagnostik rutin avian influenza. “Metode ini sangat cepat, akurat, dan aman. Uji ini bisa diterapkan dalam pemberantasan penyakit AI,” kata Gesit dalam ujian terbuka untuk memperoleh gelar doktornya di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Kamis (27/1).
Alumnus FKH UGM tahun 1983 ini mengatakan metode imunohistokimia (IHK) adalah suatu teknik pewarnaan khusus imunologis untuk mendeteksi konstituen jaringan (antigen) in situ dengan menggunakan antigen-antobodi. “Hanya saja, untuk bahan antibodi kita masih impor dan harganya relatif mahal,” ujar istri drh. Slamet Riyadi ini.
Berdasarkan hasil penelitian Gesit, uji IHK streptavidin-biotin dapat dimanfaatkan sebagai metode uji pilihan untuk mendeteksi virus AI pada sampel-sampel unggas yang telah difiksasi dalam formalin. Menurutnya, teknik uji ini dapat digunakan untuk menunjukkan adanya antigen virus pada jaringan yang terinfeksi sebagai indikator keterlibatan virus dalam proses penyakit. Dengan demikian, akan terdeteksi keberadaan antigen suatu mikroorganisme yang menginfeksi sel meskipun perubahan yang diakibatkan oleh mikroorganisme tersebut belum terlihat baik secara makroskopis ataupun mikroskopis.
Organ-organ yang disarankan sebagai organ pilihan untuk sampel bahan deteksi virus AI untuk uji IHK, adalah organ-organ yang menunjukkan lesi patologis anatomis, terutama otak, dan selanjutnya ginjal, paru-paru, limpa, hati, pankreas dan jantung. “Uji ini dapat diterapkan sebagai metode diagnostik rutin infeksi virus AI di Balai Besar Veteriner Wates dan Laboratorium Veteriner setara lainnya,” katanya.
Bertindak sebagai promotor dalam ujian tersebut, Prof. drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc., Ph.D., Ko-promotor, Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D., dan drh. Sitarina Widyarini, M.P., Ph.D. Sementara itu, tim penguji diketuai oleh Prof. Dr. drh. Bambang Sumiarto, M.Sc., dengan anggota Prof. dr. Sofia Mubarika, Ph.D., Dr. drh. Soedarmanto Indarjulianto, Dr. drh. Joko Prastowo, M.Si., dan Dr. drh. Asmarani Kusumawati. (Humas UGM/Gusti Grehenson)