Banjir lahar dingin yang melanda banyak sungai di DIY dan Magelang, Jawa Tengah, mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Bahkan, akibat terjangan banjir yang meluap hingga ke ruas jalan Magelang-Jogja menjadikan banyak moda angkutan terpaksa melewati jalur alternatif. “Tidak sedikit para pengusaha angkutan mengeluh karena jarak tempuh yang semakin jauh dan penumpang pun mengalami penurunan yang sangat drastis,” kata M. Pramono Hadi di Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Kamis (27/1).
Dalam makalah “Metode Penentuan Risiko Bencana terhadap Sistem Transportasi, Kasus Lereng Gunungapi Merapi Pasca Erupsi 2010”, Pramono Hadi mengatakan kerugian tidak hanya mencapai miliaran rupiah secara ekonomi, tetapi juga fisik, sosial, budaya, dan lain-lain. Oleh karena itu, metode penentuan risiko bencana terhadap sistem transportasi menjadi sangat penting.
Akibat erupsi Merapi November 2010, lanjut Pramono, telah dimuntahkan lebih dari 120 juta meter3 piroklastik bertengger di lereng sehingga cukup wajar jika terjangan lahar dingin kali ini sangat besar. Fenomena La-Nina juga menjadi faktor penyebab. “Tingginya curah hujan yang terus meningkat di wilayah ini diperkirakan berlangsung hingga pertengahan tahun 2011. Banjir lahar ini merupakan bahaya sekunder erupsi. Untuk itu, sangat mungkin bila sungai-sungai di lereng Merapi berpeluang sebagai media membawa sedimen ke hilir,” ujar Pramono Hadi.
Saat menjadi narasumber dalam diskusi bulanan di Pustral UGM, Pramono menuturkan besarnya luapan sedimen membuat jalur utama Magelang-Jogja diberlakukan kebijakan buka tutup. Tercatat setidaknya sepuluh kali kebijakan buka tutup diberlakukan. “Andai saja kondisi tidak lagi memungkinkan, mungkin suatu ketika akan diberlakukan penutupan jalan secara permanen dalam waktu yang lama mengingat perlu membuat dan memperbaiki saluran sungai-sungai di daerah tersebut,” katanya.
Dijelaskan Pramono bahwa karakteristik gunung untuk stabilitas ideal kelancipannya adalah sebesar 30%. Jika kemudian lancip gunung ini mencapai 45%, menjadikan beberapa material melorot. Sementara itu, sabo-sabo yang dibangun dalam batas-batas tertentu tidak dapat menahan besarnya material lahar dingin. “Dengan curah hujan yang terus menerus, wajar bila beberapa sungai mengalami pendangkalan sehingga penampang yang mestinya bisa mengalirkan semakin berkurang. Hal ini tentu meningkatkan risiko yang mungkin timbul,” jelasnya. (Humas UGM/ Agung)