Reformasi birokrasi bertujuan untuk kepentingan banyak hal. Reformasi di bidang ini berorientasi pada staf yang mandiri, peningkatan daya saing, berorientasi pada hasil dan pasar. Untuk dapat memberikan pelayanan publik sebagaimana tuntutan reformasi, aparat birokrasi harus mampu bertindak secara profesional dan proporsional sesuai dengan tanggung jawab yang diembannya. “Oleh karena itu, etika dan moralitas birokrasi harus dijunjung tinggi dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan publik, baik di tingkat kementerian maupun daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah otonomi dewasa ini,” ujar Akhmad Suharyo di Sekolah Pascasarjana UGM, Sabtu (29/1).
Staf Biro Kepegawaian Setwilda Provinsi Lampung ini mengatakan hal tersebut saat ujian terbuka program doktor UGM. Dengan mempertahankan disertasi “Kualitas Birokrasi Pelayanan Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Era Otonomi Daerah, Studi Kasus di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung”, Akhmad Suharyo menjelaskan aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas pelayanan birokrasi mestinya dapat mengedepankan kepuasan masyarakat yang dilayani. Bukan sebaliknya, birokrasi berharap imbalan dari layanan yang diberikan kepada masyarakat. “Latar belakang inilah yang menggerakkan saya melakukan penelitian tentang kualitas birokrasi pelayanan publik di Kabupaten Tulang Bawang,” jelasnya.
Dari penelitiannya, pria kelahiran Kotabumi, Lampung Utara, 21 Juni 1966 ini berharap aparat birokrasi dapat menunjukkan performance yang baik dan mengedepankan kepentingan masyarakat tanpa berdasar kekuasaan (power), KKN ataupun kepentingan tertentu. Oleh karena itu, kualitas pelayanan dan profesionalisme penyelenggaraan pemerintahan harus dilaksanakan sebaik-baiknya dalam rangka menciptakan rasa keadilan dan kepuasan bagi masyarakat yang memperoleh pelayanan publik.
Dengan menggunakan metode penelitian bersifat kualitatif, hasil penelitian Akhmad Suharyo menunjukkan kegiatan pelayanan birokrasi pelayanan publik pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Kependudukan dan Catatam Sipil Kabupaten Tulang Bawang mengarah pada kualitas yang kurang baik. Berbagai pelayanan belum memberikan kepuasan pada masyarakat penerima layanan. “Terbukti persentase yang didapat, 70 persen responden belum merasa gembira,” kata dosen luar biasa pada Universitas Megou Pak, Tulang Bawang, ini.
Berbagai pelayanan kurang menggembirakan ini tercermin dari belum adanya transparansi biaya pelayanan dan masih ditemukan kegiatan pelayanan yang diskriminatif. Selain itu, belum ada mekanisme pengaduan (complain) untuk aparatur yang memberikan pelayanan dan cenderung berbagai keluhan masyarakat belum mendapatkan tanggapan yang berarti.
Menurut Akhmad Suharyo, beberapa faktor yang memengaruhi belum terciptanya pelayanan prima di Kabupaten Tulang Bawang adalah adanya struktur birokrasi yang gemuk dan perilaku serta budaya birokrasi. Selain itu, disebabkan pula adanya faktor perilaku kepemimpinan dalam birokrasi, etika, dan budaya pelayanan serta lemahnya pengawasan masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Oleh karena itu, mantan Kepala Urusan Pemerintahan Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, ini menyarankan agar dalam membentuk struktur organisasi tata kerja pelayanan publik dilakukan dengan struktur yang ramping dan multifungsi sehingga dapat memutus mata rantai birokrasi yang berbelit-belit. Di samping itu, diberikan pula kesempatan pada aparatur untuk berkreasi dalam menangani pelayanan dengan cepat. “Sementara untuk meningkatkan SDM dan kinerja aparatur, maka sedapat mungkin secara berkala mendatangkan pakar manajemen pelayanan untuk membekali dan membuka wawasan para aparatur melalui pelatihan secara berjenjang dan berkesinambungan,” tutur Akhmad yang dinyatakan lulus dengan predikat cum laude dan menjadi doktor ke-1343 yang diluluskan UGM. (Humas UGM/ Agung)