Krisis perbankan di Indonesia pada 1998 memberikan alasan untuk dilakukannya penjaminan simpanan guna meredakan kepanikan deposan dan mengembalikan kepercayaan publik karena kondisi perbankan yang relatif buruk. Namun, penjaminan simpanan ini ditengarai melemahkan peran kontrol publik/deposan dan pemegang saham dalam mengendalikan risiko perbankan.
Kondisi tersebut memicu para pemegang saham untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat karena kegagalan bank akan menjadi beban pemegang saham minoritas, lembaga penjaminan atau deposan. Di sisi lain, kontrol terhadap risiko perbankan oleh deposan melemah karena simpanannya telah dijamin oleh pemerintah atau lembaga penjamin simpanan (LPS).
Demikian dikatakan oleh Taswan, S.E., M.Si., staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Stikubank, Semarang, dalam ujian terbuka program doktor di Auditorium BRI Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Senin (7/2). Pada kesempatan tersebut, Taswan memaparkan disertasi berjudul “Kepemilikan Bank, Kepatuhan Regulasi, dan Disiplin Pasarâ€.
Kontrol pengambilan risiko perbankan yang efektif, menurut Taswan, adalah melalui regulasi. Regulasi bertujuan untuk mencegah atau meminimalkan risiko dan memberikan perlindungan kepada deposan. Deposan sering tidak memiliki akses dan insentif untuk mengawasi bank secara optimal sehingga regulator bertindak untuk mewakili kepentingan deposan dalam menerapkan bentuk regulasi.
Disebutkan Taswan, kepentingan regulator ini tidak berkaitan langsung dengan tujuan maksimalisasi laba bank atau risiko. Namun, kalau kepentingan publik tidak diperhatikan, akan berdampak pada kepentingan eksternal. Oleh karena itu, pemegang saham akan mematuhi regulasi dan memenuhi semua ketentuan yang berlaku serta mengambil risiko rendah. “Semakin tinggi kepatuhan regulasi, maka semakin rendah tingkat risikonya,†kata pria kelahiran Cilacap, 16 Februari 1965 ini.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Taswan pada kelompok sampel bank dengan charter value rendah dan tinggi, tampak bahwa kepemilikan swasta domestik, kepemilikan asing, dan konsentrasi kepemilikan berpengaruh positif terhadap tingkat risiko. Pemegang saham bank swasta, baik domestik maupun asing, dan konsentrasi kepemilikan telah melakukan moral hazard daripada mereduksi risiko perbankan. “Hal ini didukung oleh pengaruh negatif dan signifikan charter value terhadap risiko perbankan. Semakin rendah charter value, semakin tinggi risikonya. Charter value ini menjadi insentif dalam memperkuat hubungan kepemilikan bank dengan tingkat risiko,†jelasnya.
Temuan lain memperlihatkan kepatuhan regulasi berpengaruh negatif terhadap tingkat risiko. Semakin tinggi kepatuhan regulasi, semakin rendah tingkat resiko perbankan. Hal ini menunjukkan kepatuhan regulasi sebagai representasi publik yang dilakukan oleh regulator masih bekerja dalam mengendalikan risiko perbankan. “Namun begitu, charter value bukan insentif bagi hubungan kepatuhan regulasi dengan tingkat risiko,†tambahnya.
Sementara itu, disiplin pasar memberikan hukuman bagi bank yang mengambil risiko tinggi dengan cara melakukan migrasi dana. Disiplin pasar melakukan kontrol pengambilan risiko perbankan melalui penarikan simpanan. “Disiplin pasar pada periode penjaminan implisit dan eksplisit tidak berbeda secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa disiplin pasar berlaku tanpa memperhatikan perbedaan skema penjaminan simpanan, tetapi karena bank mengambil risiko semakin tinggi,†terangnya. (Humas UGM/Ika)