Departemen kesehatan menargetkan pengurangan angka kematian ibu dari 26,9 persen menjadi 26 persen per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi berkurang dari 248 menjadi 206 per 100 ribu kelahiran yang dicapai pada tahun 2009. Sementara angka harapan hidup berkisar rata-rata 70,6 tahun.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan RI Dr Siti Fadilah Supari dalam memberikan pidato sambutan yang dibacakan oleh Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Depkes, Dra Nasirah Bahaudin MM, Sabtu (24/5) dalam Diskusi Panel “Kiprah dan Peran Dokter dalam Pembangunan†yang diselenggarakan dalam rangka Peringatan 100 Tahun Boedi Oetomo, di Gedung Auditorium Fakultas Kedokteran UGM.
Supari menyebutkan, angka kematian ibu dan bayi mengalami penurunan yang cukup signifikan dari tahun 2004 sampai tahun 2007. Di tahun 2007, angka kematian bayi mencapai 26,9 persen per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu berkisar 248 per 100 ribu kelahiran. Padahal di tahun 2004, angka kematian bayi sekitar 30,8 persen per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu sekitar 270 dari per 100 ribu kelahiran.
Menkes juga sempat menyinggung jumlah penderita gizi buruk saat ini menurun sekitar empat persen dalam masa empat tahun terakhir. Dari 25,8 persen di tahun 2003 menjadi 21,3 persen di tahun 2007.
“Di tahun 2007, jumlah penderita gizi buruk kita sekitar 21, 3 persen dari seluruh anak balita,†jelasnya.
Menkes menjelaskan, risiko kasus gizi buruk yang dialami pada keluarga miskin sekitar 3,5 kali lipat lebih tinggi dari pada keluarga kaya. Kasus gizi buruk ini, kematian ibu dan anak ini, kata Supari, cukup mendapat perhatian dari pemerintah ditengah sedang mewabahnya kasus malaria, polio, DBD, dan flu burung.
Menurutnya, prioritas pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan menjadi hak yang sangat penting di tengah era globalisasi dan penentuan angka indeks pembangunan manusia (IPM).
“Saat ini posisi IPM kita berada di urutan 107 dari 177 negara, setingkat dengan Vietnam. Tentunya posisi ini masih di bawah Malaysia, Thailand dan Singapaura,†katanya.
Untuk itu, Depkes, kata Supari akan berupaya keras meningkatkan penyelenggaraan pembangunan pelayanan kesehatan terutama dalam pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak serta pengadaan tenaga kesehatan di masa mendatang.
Kepada para Dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Menkes berpesan agar dokter tidak terjebak dalam rutinitas dan sikap profesionalisme. Selaku orang yang profesional dan cendekiawan, dokter seharusnya memberikan kontribusi besar dalam pembangunan bangsa sebagai agent of change (pembaharu), agent of treatment (pengobat) dan agent of development (pendidik).
Ikut hadir menjadi pembicara dalam Diskusi Panel tersebut diantaranya Ketua PB IDI dr Fahmi Idris, Dekan Fakultas Kedokteran UGM Prof Dr dr Hardyanto Soebono, dan Prof Dr dr Sutaryo, Kepala Dinas Kesehatan DIY, serta Perwakilan Lembaga Ombudsman DIY Dra Budi Wahyuni MM MA. (Humas UGM/Gusti Grehenson)