Yogya, KU
Bioteknologi berperan penting dalam menghasilkan varietas tanaman, ternak dan mikroba unggul baru yang mempunyai produktivitas dan kualitas hasil tinggi. Dengan bioteknologi, peneliti dapat mengintegrasikan gen-gen dari mikroba ke tanaman atau dari hewan ke tanaman atau dari hewan ke mikroba. Perakitan varietas dengan cara tersebut atau biasa dikenal dengan rekayasa genetik akan menghasilkan varietas ungggul baru yang disebut produk rekayasa genetik.
Kendati begitu, beberapa pihak masih mengkhawatirkan kemampuan bioteknologi modern untuk mengintroduksikan gen-gen dari binatang ke tanaman atau dari binatang ke mikroba, dimana berasal dari binatang yang haram bagi umat islam yang diolah menjadi sebuah produk pangan.
“Hal inilah yang membuat khawatir, resah dan mengurangi ketenteraman batin umat islam dalam menghadapi produk pangan hasil bioteknologi,†kata Menteri Pertanian Dr Ir Anton Apriantono MS dalam menyampaikan pidato sambutan dalam seminar nasional “Peran Bioteknologi bagi Kesejahteraan Umat†yang dibacakan oleh Inspektur Jenderal Departeman Pertanian Prof Dr Ir Zaenal Bachruddin MSc, Sabtu (24/5) di Fakultas Peternakan UGM.
Menurut Anton, isu tersebut sudah menjadi perhatian dan tanggung jawab pemerintah dalam mengatur dan mengawasi agar produk pangan hasil bioteknologi dinyatakan halal dan baik. Pemerintah juga telah memberikan rambu-rambu sebagai patokan dalam penentuan halal dan tidaknya produk pangan bioteknologi, Pertama, tidak menggunakan bahan-bahan yang diharamkan. Hal ini berlaku pada roses produksi secara fermentasi.
Kedua, tidak dianjurkan pemanfaatan babi dan segala unsusr-unsurnya, termasuk dalam gen dari babi untuk rekayasa genetika.
Ketiga, pemanfaatan hewan ternak selain babi dan unsur atau turunannya dibolehkan sepanjang ternak tersebut disembelih secara islami.
Keempat, penggunaan etanol sebagai substrat, senyawa intermediet, solven dan pengendap dibolehkan sepanjang konsentrasinya pada produk akhir diupayakan minimal.
Anton menjelaskan, pemerintah tidak hanya memperkuat rambu-rambu dan kelembagaan, tapi juga memperkuat kemampuan laboratorium dengan melengkapinya peralatan canggih yang dapat memeriksa kualitas pangan secara lebih cermat dan akurat.
Selain itu, tambah Anton, pemerintah juga memiliki LPPOM MUI yang berperan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan pangan yang halal dan baik.
“Saya berharap LPPOM MUI ini bertambah kuat dan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat,†katanya.
Beberapa nara sumber yang ikut hadir mempresentasikan makalahnya, diantaranya Ketua Majelis DIKTI PP Muhammadiyah Dr Chairil Anwar, Direktur Prodi S2 CRCS UGM Prof Dr Achmad Mursyidi MSc, Direktur LPPOM MUI DIY Dr Ir Tridoko W Murti, peneliti dari LIPI Dr Arief B Witarto, Peneliti Teknologi Hasil Ternak UGM Ir Yuni Erwanto PhD, Peneliti Lab Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian Universitas Jember Dr Yuli Witono.
Direktur LPPOM MUI DIY Dr Ir Tridoko W Murti menyatakan, terdapat hubungan yang lurus antara larangan agama, manfaat pengharaman dan perkembangan iptek dalam menguji pangan haram. Menurutnya, dalam hal tertentu, Islam mengajarkan kehalalan dan keamanan pangan itu saling terkait erat, sehingga walau sekecil apapun zat yang tergolong merugikan manusia dalam bahan makanan tetap diharamkan oleh Islam.
“Kemajuan iptek saat ini telah mampu membuktikan cara menguji pangan haram dan mampu mendeteksi keberadaan barang haram tersebut dalam suatu makanan dan minuman,†jelasnya.
Sementara Peneliti Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan UGM Ir Yuni Erwanto PhD mengungkapkan, aplikasi teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi kehalalan pangan.
“Teknik PCR mempunyai kemampuan yang sensitif untuk deteksi keberadaan daging babii dalam daging segar maupun produk daging yang telah dicampur dengan bahan daging lain,†ujarnya.
Yuni menambahkan, analisis PCR ini dapat juga digunakan secara rutin di laboratorium sebagai metode yang cepat dan praktis. (Humas UGM/Gusti Grehenson)