YOGYAKARTA-Sebanyak 30 ners dari Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Fakultas Kedokteran (FK) UGM hari ini, Rabu (16/2), dilantik dalam akad sumpah ke-18. Dengan dilantiknya 30 ners baru periode III T.A. 2010/2011, PSIK FK UGM telah meluluskan 1.113 mahasiswa. Pelantikan dilakukan langsung oleh Dekan FK UGM, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., di Auditorium II FK UGM dan dihadiri sejumlah tamu serta undangan dari Dinkes DIY, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) DIY, RSUP Dr. Sardjito, dan RSUP Dr. Suraji Tirto Negoro.
Menurut Kepala Bagian Ilmu Keperawatan FK UGM, Dr. Fitri Haryati, S.K.P., M.Kes., 30 ners baru yang dilantik terdiri atas 10 pria dan 20 wanita. IPK tertinggi diraih sekaligus oleh dua mahasiswi, yakni Sri Kombong dan Priyani Haryanti, dengan nilai 3,88. Untuk rata-rata IPK adalah 3,06 dan lama studi 2 tahun 8 bulan. “Untuk lulusan dengan IPK tertinggi kali ini, diraih oleh dua mahasiswa sekaligus dengan nilai 3,88,†kata Fitri.
Sementara itu, Ni Wayan Wiwin Asthiningsih memperoleh predikat lulusan termuda dengan usia 24 tahun 2 bulan 2 hari. Predikat lulusan paling senior dipegang oleh Tatik, dengan usia 44 tahun 4 bulan 10 hari. Ditambahkan Fitri bahwa untuk peraih IPK gabungan tertinggi adalah Sri Kombong dengan nilai 3,67, Riska Dwi Candrawati 3,51, Maria Dolorosa Natu 3,49 dan Kuntadi Siswantoro 3,49. “30 ners baru ini berasal dari 16 provinsi di Indonesia,†terangnya.
Dekan FK UGM, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., berharap agar para mahasiswa yang telah lulus nantinya dapat mengembangkan diri, baik di sisi teknologi maupun asuhan keperawatan (askep). Ghufron mengimbau ners-ners baru dapat terus meng-update ilmu keperawatan melalui berbagai jurnal kesehatan yang ada. “Tentu tidak lupa, silakan Anda melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, baik S-2 maupun S-3,†kata Ghufron.
Dalam kesempatan itu, dr. Arida Oetami, M.Kes. dari Dinas Kesehatan Provinsi DIY mengatakan lulusan sarjana keperawatan di DIY terus berkembang. Saat ini, menurut Arida, tercatat 13 institusi pendidikan yang membuka jurusan S-1 keperawatan. Arida juga mengusulkan nantinya dapat dibuka pendidikan spesialis perawat guna menghindari kesenjangan tenaga kesehatan di rumah sakit tersier dengan institusi keparawatan. “Kualitas lulusan perawat di DIY kita harapkan terstandar dengan mengikuti uji kompetensi. Selain itu, masih ada kesenjangan, misalnya di rumah sakit tersier sudah punya ahli cangkok ginjal, tapi ners belum ada spesialis ,†tambah Arida.
Di tempat yang sama, Nunuk Pusorowati, S.K.M., M.Kes. selaku Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan PPNI DIY dan Endang Wuryaningsih, S.Pd., M.Kes. selaku Kabid Pelayanan Keperawatan RSUP Dr. Suraji Tirto Negoro berharap lulusan ners yang dilantik hari ini dapat menjadi ners yang profesional. Dengan demikian, nantinya antara perawat dan dokter tidak ada lagi kesenjangan dan saling menunggu instruksi. “ Konsepnya sebenarnya antara dokter dan perawat itu satu dan tidak saling tunggu instruksi terkait asuhan keperawatan itu,†kata Endang.
Nunuk mengakui masih ada beberapa persoalan terkait dengan peran sarjana keperawatan untuk mengaplikasikan ilmunya. Beberapa kendala, antara lain, kurangnya fasilitas lahan praktik dan keterbatasan dosen/pembimbing klinis di rumah sakit. “Ini perlu jadi catatan agar bisa dicarikan solusi. Di samping itu, yang tidak kalah penting adalah mengenai sertifikat uji kompetensi untuk mencari surat ijin praktik,†pungkas Nunuk. (Humas UGM/Satria AN)