Fakultas Kehutanan UGM, PT Jogja Magasa Mining (JMM) dan Pemkab Kulonprogo saat ini tengah mengembangkan penelitian rehabilitasi pasca tambang pasir di pantai selatan Kabupaten Kulonprogo. Di kawasan ini menyimpan banyak sumberdaya mineral pig iron atau pasir besi sebagai bahan baku industri pembuatan baja, dan disini pula akan dilakukan proyek pengembangan industri pengolahan biji besi terpadu untuk mengurangi impor dari luar negeri.
Ini tentunya akan mengakhiri ketergantungan Indonesia terhadap tingginya harga besi baja tingkat dunia. Indonesia hampir 100 persen melakukan impor terhadap kebutuhan itu. Sementara, kebutuhan akan sumberdaya mineral ini per tahunnya mencapai 2,5 juta – 4 juta ton.
Dalam pelaksanaannya program kerjasama itu, akan dilakukan aktivitas penambangan, separasi atau pemisahan mineral besi dari pasir hingga pengolahan atau peleburan biji besi menjadi produk akhir berupa pig iron yang mengandung Ferum (fe) lebih dari 95 persen dengan kapasitas awal 1 juta pig iron per tahunnya.
“Dengan pengolahan pasir besi itu nantinya Indonesia akan menghemat sekitar 80 juta US$ karena setiap tahunnya bisa ditambang sekitar 1 juta ton,” papar Presiden Direktur PT JMM, Lutfi Heyder, Senin (26/5) di ruang Dekan Fakultas Kehutanan UGM.
Aktivitas proyek yang tengah dilakukan pada saat ini, menurut Lutfi pada tahap eksplorasi berdasarkan persyaratan internasional Joint Ore Reserve Committee (JORC) CODE. Diantaranya menyelesaikan studi amdal, menyelesaikan studi kelayakan serta melakukan persiapan pembangunan pilot project penambangan reklamasi dan rehabilitasi lahan.
Proyek penambangan pasir besi itu nantinya dilakukan di lahan kawasan sungai Progo hingga Sungai Serang sekitar 3.000 hektar. Namun yang bisa dipakai pada saat ini baru 300-400 hektar.
Sementara Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Prof Dr Ir Muhhamad Naim menjelaskan, penambangan pasir besi akan memanfaatkan teknologi dari Finlandia. Menggunakan magnet penghisap, pasir besi hanya akan diambil sekitar 6 meter dari permukaan tanah. Sebab bila ditambah lebih dari 6 meter maka yang ditemukan bukan merupakan pasir besi namun kerakal.
“Penambangannya pun berjarak 200 meter dari bibir pantai sehingga tidak akan terjadi abrasi dan ramah lingkungan,” paparnya.
Sebelum proyek dilakukan, fakultas Kehutanan UGM bekerjasama dengan sejumlah fakultas lain seperti Fakutlas Pertanian, Biologi dan Teknik akan melakukan penelitian terlebih dulu. Hal itu dilakukan untuk mengetahui penanganan dan reklamasi pantai yang tepat pasca penambangan.
“Risetnya sendiri akan menghabiskan dana sekitar 1,2 miliar yang akan dilaksanakan hingga 2010 mendatang,” paparnya.
Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, imbuh Naim akan ditanam sejumlah tanaman seperti cemara udang, jarak, pandan dan lainnya. Sementara lahan yang sudah ditanam akan dibuat landscape untuk meratakan pasir.
“Rehabilitasi lahan ini dimaksudkan utnuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannnya dalam mendukung fungsi lahan tetap terjaga,”imbuhnya.(Humas UGM)