YOGYAKARTA – Usianya sudah tidak muda lagi, 49 tahun. Namun, Sabtu (19/2) malam lalu, sekitar 5.000-an penonton di Grha Sabha Pramana menjadi saksi bahwa Iwan Fals mampu memukau publik Yogyakarta. Suaranya yang khas masih mengundang decak kagum. Di setiap lagu yang dinyanyikan, gemuruh suara penonton membahana. Mereka ikut bernyanyi, hafal di luar kepala. Iwan membuka dengan lagu ‘Oemar Bakri’, nyaris tak ada penonton yang membisu. Lagu itu sedemikian populer di telinga penonton. “Kalau tidak ada ‘Oemar Bakri’, tidak akan ada orang pandai di sini,” kata Iwan kepada para penonton.
Peluh mengucur deras di dahinya. Berbutir-butir menetes ke telinga, jatuh ke leher, lalu meresap ke kaos abu-abunya. Awalnya, Iwan mengenakan jaket. Selepas lagu pertama, Iwan melepaskan jaketnya. “Saya pikir panggungnya pakai AC. Eh, ternyata panas juga,” katanya.
Setiap lirik lagunya sarat dengan kritik sosial. Malam itu, Iwan seolah-olah ingin membuktikan lagu-lagunya masih selaras dengan kondisi zaman. Yang menarik, di setiap lagu, Iwan mampu menghipnotis penonton untuk larut dan menyanyikan lagu yang dilantunkan. Lagu berjudul ‘Hio’, ‘Kesaksian’, ‘Aku Bukan Pilihan’, ‘Manusia Setengah Dewa’, dan ‘Wakil Rakyat’ satu per satu mengalir diperdengarkan.
Malam itu, Iwan diiringi oleh Indonesian Wind Orchestra. Orkestra alat musik tiup ini mampu mengimbangi tarikan suara dan petikan gitar Iwan. Terasa betul persiapan latihan yang matang. Iringan 64 pemain yang memainkan alat musik flute, clarinet, oboe, trombone, bassoon, terompet, gitar, piano, drum, dan bas mengingatkan pada lagu-lagu Iwan saat berkolaborasi dengan Sawung Jabo. “Saya seperti berada di padang rumput yang luas dan di rumah-rumah kayu,” kata Iwan mengomentari kesannya atas iringan orkestra tiup satu-satunya di Indonesia itu.
Dengan tiket masuk 25 ribu hingga 50 ribu rupiah, suasana panggung lumayan megah. Tata lampu dan posisi panggung memompa suasana interaktif. Iwan terlihat tampil all out seperti ingin membuktikan lagu-lagunya tetap melegenda meskipun lagu-lagu yang dibawakan adalah hits di era 80-an dan 90-an.
Terasa betul histeria penonton di akhir konser saat Iwan melantunkan ‘Bongkar’. Lengkingan khas Iwan membuat sang legenda musik balada dan country ini seperti muda kembali. Tujuh lagu yang dibawakan Iwan tidak cukup memuaskan penonton. Namun, kehadirannya setidaknya telah memenuhi kerinduan publik padanya, apalagi cukup jarang Iwan Fals tampil di UGM. Sayang, penonton yang meminta ia menyanyikan ‘Bento’ tidak kesampaian.
Terakhir, Himne Gadjah Mada menjadi penutup konser musik ‘Justice for Indonesia with Love’ yang digelar dalam rangka perayaan Dies ke-65 Fakultas Hukum UGM ini. Bersama dengan Indro ‘kimpling’ Suseno dan artis Marissa Haque, Iwan mengajak penonton berdiri menyayikan lagu yang akrab di telinga mahasiswa dan alumni UGM ini. (Humas UGM/Gusti Grehenson)