YOGYAKARTA- Aku pulang, walau tidak punya rumah, walau hasrat untuk pulang sama kuat dengan hasrat untuk mencegahnya. Aku sempat berjanji tidak akan kembali, tetapi kenangan akannya begitu mengutukku. Kutukan yang mendatangkan kerinduan. Kerinduan yang mengalahkan segalanya, rasa malu, keangkuhan, dan dendam. Sepanjang jalan aku gemetar, menyadari yang aku rindukan adalah masa lalu.
Itulah sepenggal kalimat dalam novel Jatisaba, karya Ramayda Akmal. Jatisaba: Dongeng Etnografis tentang Trafficking. Novel setebal 348 halaman ini menjadi salah satu pemenang unggulan dalam Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2010 setelah menyisihkan sekitar 277 novel yang lain. Ramayda Akmal, penulis novel ini, adalah satu-satunya penulis perempuan dan termuda di antara ketiga pemenang unggulan lainnya. Ramayda adalah sarjana sastra lulusan Fakultas Ilmu Budaya UGM yang saat ini tengah aktif kuliah Program Pascasarjana Ilmu Sastra di UGM.
Menurut peresensi novel Jatisaba, Dr. Aprinus Salam, beberapa juri dilibatkan dalam sayembara ini, yakni Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, Anton Kurnia, dan A.S. Laksana. Menurut Aprinus, salah satu faktor yang menjadikan Jatisaba memenangkan sayembara adalah novel ini mampu menampakkan kebaruan dalam berbagai segi. “Yang terpenting dari aspek kebaruan novel ini, antara lain, jalan ceritanya yang digerakkan dari sudut pandang seorang pelaku kejahatan. Jatisaba mengambil posisi perspektif berbeda dari yang selama ini dipahami dan ditanamkan secara umum dalam masyarakat ketika menanggapi problematika kehidupan,†kata Aprinus, Senin (21/2).
Dijelaskan Aprinus, beberapa ahli sastra yang membaca novel ini memberikan penekanan berbeda tentang tema dominan, seperti tampak pada endorsement yang mereka berikan. Kemiskinan, cinta, politik, trafficking, moral, kepercayaan terhadap mistis/ilmu gaib, dan kelas sosial adalah beberapa tema yang ditampilkan. “Akan tetapi, keseluruhan tema itu sebetulnya berujung pada kenyataan etnografis yang kental sekali di dalamnya, dalam bingkai perjalanan seorang agen trafficking,†tambahnya.
Jatisaba mengambil setting wilayah geografis bernuansa lokal Jawa Banyumasan yang kental dengan bukti-bukti etnografis dan tradisi di sana-sini. Novel ini berpotensi sebagai sebuah novel yang inspiratif, konseptual, mempunyai komitmen tinggi terhadap realitas, dan mampu menyajikan solusi-solusi cerdas demi perjuangan kemanusiaan.
Ramayda Akmal dilahirkan di Cilacap, 5 Mei 1987. Jatisaba merupakan novel kedua sarjana sastra lulusan Fakultas Ilmu Budaya UGM ini. Selama kuliah, penulis ini lebih menerjunkan diri pada kegiatan akademis. Ia telah melaksanakan beberapa penelitian bersama tim, baik yang dilaksanakan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) maupun lembaga penelitian lain, seperti Dikti, LIPI, dan pemda beberapa kabupaten di Indonesia.
Sembari aktif kuliah di Program Pascasarjana Ilmu Sastra UGM, penulis bekerja sebagai tenaga pengajar lepas di beberapa sekolah tinggi di Yogyakarta dan peneliti di Institute for Civil Empowerment (ICE), Yogyakarta. Tulisannya dipublikasikan di dalam Jurnal Metahumaniora (Unpad, 2009), Bunga Rampai Gurat Sastra dan Bahasa (UGM, 2009), Jurnal IBDA (STAIN, 2010), buku Membaca Sinema Indonesia (UGM, 2011). Risetnya di LPPM UGM bersama Dr. Aprinus Salam diterbitkan dengan judul Pahlawan dan Pecundang: Militer dalam Sastra Indonesia (LKiS, 2011). Cerpen Ramayda juga dimuat dalam antologi Pewaris Keturunan (Kembang Merak, 2010). (Humas UGM/Satria AN)