YOGYAKARTA-Huanglongbing atau Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) merupakan penyakit tanaman jeruk yang sangat penting dan merupakan new emerging infectious plant disease sehingga menjadi perhatian dunia. Huanglongbing sangat merugikan di berbagai sentra produksi jeruk di Asia, Afrika, dan Amerika. Akibat infeksi penyakit yang menyebar melalui perbanyakan vegetatif dan penularan oleh serangga vector Diaphorina citri Kuway, tanaman jeruk akan mengalami penurunan produksi buah yang drastis, baik kuantitas maupun kualitasnya, sebelum tanaman mati total dalam waktu 2-4 tahun kemudian.
Menurut pakar hama dan penyakit tumbuhan Fakultas Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Siti Subandiyah, M.Agr., gejala yang timbul akibat infeksi penyakit tersebut mirip dengan gejala yang disebabkan kekurangan unsur hara. Biasanya, petani enggan membongkar tanaman yang sudah terinfeksi dan tetap memeliharanya dengan memupuk serta mengharapkan dapat memanen buahnya walaupun kualitasnya hanya sebagai jeruk peras. “Keberadaan pohon-pohon yang sakit di lapangan menjadi sumber penularan penyakit dan menyebabkan keberlanjutan terjadinya penyebaran penyakit oleh serangga vector-nya,” ujar Siti, Selasa (22/2).
Lebih lanjut dikatakan Siti, D. citri mempunyai kisaran inang dan hidup pada beberapa jenis tanaman keluarga Rutaceae, selain jeruk termasuk kemuning, jeruk kinkit, salam koja, dan lain-lain yang banyak ditanam sebagai tanaman pagar atau tanaman hias sehingga sering lepas dari tindakan eradikasi. Program pengendalian CVPD menjadi semakin kompleks karena harus dilakukan secara terpadu akibat kompleksnya interaksi antara tanaman inang, bakteri patogen, perilaku serangga vector, dan kebiasaan atau perilaku petani dalam berbudi daya jeruk. Terlibatnya berbagai stakeholder menyebabkan hal itu tidak mudah untuk dikoordinasikan. “Maka yang tengah fokus dikerjakan saat ini adalah program pengendalian CVPD yang lebih terpadu dan kompleks lagi,” katanya.
Terkait dengan CVPD ini, Fakultas Pertanian UGM selama 6 tahun sejak 2003 telah bekerja sama dengan University of Western Sydney (UWS) dan menyelesaikan proyek penelitian Huanglongbing Management for Indonesia and Australia. Kegiatan tersebut dilakukan melalui pendanaan dari Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) dengan project leader Prof. Andrew Beattie dan Indonesian Principle Investigator, Prof. Siti Subandiyah, yang beranggotakan, antara lain, Prof. Paul Holford, Prof. Susamto Somowiyarjo, dan Prof. Andi Trisyono. “Penelitian tersebut melibatkan beberapa mahasiswa pascasarjana S-2 dan S-3 di UGM maupun di UWS,” ujar Siti.
Setelah sekitar 2 tahun proyek penelitian berakhir, tim peneliti berhasil mendapatkan pendanaan untuk mengadakan Master Class, suatu kegiatan training workshop dari Crowford Fund dan Fakultas Pertanian UGM, sebagai major host dari program tersebut. Peserta program sejumlah 45 orang, terdiri atas para expert dan trainer yang datang dari 16 negara (Australia, Brazile, Buthan, Cambodia, China, Fiji, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Pakistan, Thailand, Timor Leste, Tonga, USA, dan Vietnam).
Program Master Class diselenggarakan selama 2 minggu, terdiri atas kegiatan 2 hari di Jawa Timur dengan kunjungan ke Balitjestro (Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika) di Batu Malang dan pertanaman jeruk milik kelompok tani di Jember. Selain itu, kegiatan juga diadakan di Fakultas Pertanian UGM dan kunjungan lapangan ke pertanaman jeruk di Purworejo dan Magelang, Jawa Tengah.
Materi kegiatan di Fakultas Pertanian, antara lain, terdiri atas presentasi dan diskusi oleh semua peserta, pengamatan untuk diagnosis dan deteksi patogen CVPD dan OPT (organisme penganggu tanaman) jeruk lainnya, baik secara morfologis menggunakan mikroskop, serologis menggunakan ELISA, maupun secara molekuler dengan PCR dan Realtime-PCR. “Sejak tanggal 20 Februari, peserta sudah berada di Jawa Timur, sebelum nanti hadir dalam pembukaan di Fakultas Pertanian tanggal 24 Februari besok,” kata guru besar yang juga dosen teladan Fakultas Pertanian tahun 1991 itu.
Melalui program ini, diharapkan akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak dengan menganalisis dan mendiskusikan cara pengendalian yang lebih tepat terhadap penyakit CVPD tersebut. Lebih lanjut Siti menambahkan dengan program Master Class Crowford Fund ini juga diharapkan akan membangun networking yang kuat di antara berbagai stakeholder terkait.
Dalam rangkaian kegiatan ini juga sudah diagendakan pertemuan untuk mengatur kerja sama dengan UGM, dengan peserta yang hadir, yakni dari Florida Dept. of Agriculture, USA dan Director of National Directorate of Agriculture and Horticulture, serta Secretary of State for Agriculture and Arboriculture, Ministry Of Agriculture and Fisheries Timor Leste. (Humas UGM/Satria AN)